PESTISIDA ALAMI MAKIN DIMINATI

PESTISIDA ALAMI MAKIN DIMINATI

January 30, 2010
Pestisida-Kesadaran masyarakat akan dampak negatif pestisida kimia terus berkembang. Sejalan dengan hal tersebut, pengendalian organisme pengganggu tanaman secara arif dan bijaksana juga terus dikembangkan, hingga melahirkan falsafah Pengendalian Organisme Pengganggu Utama Terpadat (Integrated Pest Management). Untuk mengatasi dampak negatif penggunaan pestisida kimia, dapat digunakan pestisida alami atau bahan-bahan nabati (back to nature). Indonesia cukup kaya akan potensi tanaman penghasil racun untuk  memberantas organisme pengganggu tanaman. Pemanfaatan potensi pestisida alami tersebut dapat diwujudkan melalui teknologi tradisional maupun teknologi modern. Tumbuhan anti hama atau penghasil racun untuk memberantas organisme pengganggu tanaman harus memenuhi kriteria sebagai berikut: merupakan tanaman tahunan; memerlukan sedikit arang, tenaga kerja, pupuk, dan air bukan merupakan tanaman inang atau sumber hama lain; memiliki kegunaan lain selain sebagai pestisida alami; dan bahan anti hama dapat diambil tanpa mematikan tanaman yang bersangkutan.

Menurut Balitro, sampai saat ini, dari sekitar 5.400 jenis tumbuhan yang telah diketahui mengandung bahan pestisida, ternyata baru sekitar 10.000 jenis senyawa metabolit yang telah dapat diidentifftasi. Di Indonesia,diperkirakan terdapat lebih dari 100 jenis tumbuhan yang mengandung bahan pestisida, antara lain tanaman srikaya (Annona grabra dan A. squamosa), tanaman bengkuang (Pachyrhizus qerosus URB), bunga pyrethrum (chrysanthemum cinerariefolium), dan tanaman atau akar ntba (Derris elliptica Benth).

Pengetahuan dan penelitian mengenai pestisida botani tersebut telah banyak dilakukan di negara-negara maju, misalnya Amerika, Jepang, dan negara-negara Eropa. Perlindungan (proteksi) tanaman terhadap gangguan hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida alami (nabati) telah dimulai sejak zaman dahulu. Misalnya, pada zaman Romawi sulfur sudah digunakan sebagai pestisida. Dalam perkembangan selanjutnya, banyak jenis tanaman atau bagian tanaman diketahui dapat menghasilkan racun serangga hama, misalnya ekstrak daun tembakau, pyrethrin dari bunga pyrethrum (Chrysanthemum cinerariae folium) dan ekstrak akar tanaman tuba (Derris elliptica Benth).

Di Indonesia, penggunaan pestisida alami telah berlangsung sebelum tahun 1960-an, ditandai dengan munculnya Revolusi Hijau. Revolusi Hijau dilaksanakan dalam bentuk masukan-masukan bagi proses intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi, dan diversifikasi produk-produk pertanian. Salah satu masukan pestisida alami tersebut adalah pestisida pemberantas Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), terutama untuk mengendalikan hama dan penyakit.pestisida alami

Dalam perkembangan selanjutnya, penggunaan pestisida semakin meningkat dengan pesat, baik jenis, dosis, maupun interval pemakaiannya. Di Indonesia, terdapat lebih dari 25 jenis pestisida yang digunakan oleh petani, 16 jenis di antaranya adalah insektisida yang digunakan oleh petani sayuran dataran tinggi. Petani sayuran datatan rendah, misalnya di Kabupaten Tegal dan Brebes, telah menggunakan 15 jenis insektisida untuk mengendalikan hama-hama tanaman cabai, dan 12 jenis insektisida untuk mengendalikan hama-hama tanaman bawang merah.

pestisida alami Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Bandung, khususnya di sentra-sentra produksi sayuran dataran tinggi, penggunaan insektisida ditingkat petani sudah sangat intensif, yakni dengan interval penyemprotan antara 1 - 2 kali per minggu dengan konsentrasi antara 0,7% - 0,45%. Pada keadaan tersebut, biaya penggunaan pestisida dalam budi daya sayuran, misalnya kubis mencapai 30%, tomat 50%, dan kentang 40% dari total produksi variabel. Sementara di Kabupaten Tegal dan Brebes, penyemprotan insektisida dilakukan setiap 2 - 3 hari, dengan volume penyemprotan antara 125 - 900liter/ha tiap aplikasi pada tanaman cabai dan 500 - 1.000 liter/ha pada tanaman bawang merah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman telah dilakukan secara intensifdan berlebihan, oleh para petani di dataran rendah dan dataran tinggi. Selain merupakan pemborosan, penggunaan pestisida secara intensif dan berlebihan juga menimbulkan berbagai masalah yang serius serta merugikan manusia dan hewan. Konsekuensi penggunaan pestisida kimia secara intensif dan berlebihan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Dapat meracuni manusia dan hewan domestik.

2. Meracuni organisme yang berguna, misalnya musuh alami hama, lebah
dan serangga yang membantu penyerbukan, dan satwa liar yang mendukung
fungsi kelestarian alam.

3. Mencemari lingkungan dengan segala akibatnya, termasuk residu pestisida.

4. Menimbulkan strain hama baru yang resisten terhadap pestisida.

5. Menimbulkan terjadinya resurgensi hama atau peristiwa meningkatnya
populasi hama setelah diperlakukan dengan pestisida tertentu.

6. Menyebabkan terjadinya ledakan hama sekunder dan hama potensial'

7 . Memerlukan biaya yang mahal karena sifat ketergantungan keberhasilan
budi daya tanaman pada pestisida.

Melihat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida kimia dalam upaya penanggulangan hama dan penyakit tanaman, maka perlu dicari teknik pengendalian yang tepat dan aman bagi manusia dan lingkungan, serta mangkus terhadap jasad sasaran. Salah satu komponen pengendalian hama dan penyakit yang saat ini sedang dikembangkan adalah penggunaan pestisida nabati atau senyawa bioaktif alamiah yang berasal dari tumbuhan. Selain menghasilkan senyawa primer (primary metabolite), dalam proses metabolismenya tumbuhan juga menghasilkan senyawa sekunder (secondary metabolite), misalnya fenol, alkaloid, terpenoid, dan senyawa lain. Senyawa sekunder ini merupakan pertahanan tumbuhan terhadap serangan hama.

Dalam perkembangan selanjutnya, penggunaan pestisida semakin meningkat dengan pesat, baik jenis, dosis, maupun interval pemakaiannya. Di Indonesia, terdapat lebih dari 25 jenis pestisida yang digunakan oleh petani, 16 jenis di antaranya adalah insektisida yang digunakan oleh petani sayuran dataran tinggi. Petani sayuran datatan rendah, misalnya di Kabupaten Tegal dan Brebes, telah menggunakan 15 jenis insektisida untuk mengendalikan hama-hama tanaman cabai, dan 12 jenis insektisida untuk mengendalikan hama-hama tanaman bawang merah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Bandung, khususnya di sentra-sentra produksi sayuran dataran tinggi, penggunaan insektisida ditingkat petani sudah sangat intensif, yakni dengan interval penyemprotan antara 1 - 2 kali per minggu dengan konsentrasi antara 0,7% - 0,45%. Pada keadaan tersebut, biaya penggunaan pestisida dalam budi daya sayuran, misalnya kubis mencapai 30%, tomat 50%, dan kentang 40% dari total produksi variabel. Sementara di Kabupaten Tegal dan Brebes, penyemprotan insektisida dilakukan setiap 2 - 3 hari, dengan volume penyemprotan antara 125 - 900liter/ha tiap aplikasi pada tanaman cabai dan 500 - 1.000 liter/ha pada tanaman bawang merah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman telah dilakukan secara intensifdan berlebihan, oleh para petani di dataran rendah dan dataran tinggi. Selain merupakan pemborosan, penggunaan pestisida secara intensif dan berlebihan juga menimbulkan berbagai masalah yang serius serta merugikan manusia dan hewan. Konsekuensi penggunaan pestisida secara intensif dan berlebihan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Dapat meracuni manusia dan hewan domestik.

2. Meracuni organisme yang berguna, misalnya musuh alami hama, lebah
dan serangga yang membantu penyerbukan, dan satwa liar yang mendukung
fungsi kelestarian alam.

3. Mencemari lingkungan dengan segala akibatnya, termasuk residu pestisida.

4. Menimbulkan strain hama baru yang resisten terhadap pestisida.

5. Menimbulkan terjadinya resurgensi hama atau peristiwa meningkatnya
populasi hama setelah diperlakukan dengan pestisida tertentu.

6. Menyebabkan terjadinya ledakan hama sekunder dan hama potensial'

7 . Memerlukan biaya yang mahal karena sifat ketergantungan keberhasilan
budi daya tanaman pada pestisida.

Dalam dunia pertanian, pestisida yang berasal dari tanaman mulai dilirik kembali. Indonesia cukup kaya akan potensi alamiah aneka sumber daya tanaman penghasil pestisida alami.

Potensi Tanaman Penghasil Pestisida
Sejak dulu hingga sekarang, pemakaian pestisida merupakan salah satu altematif untuk mengamankan produksi pertanian dunia. Sukses besar yang dicapai dalam pengendalian hama dan penyakit dengan penggunaan pestisida adalah setelah Perang Dunia II, yaitu sebagai awal era baru pemakaian insektisida organik sintetis, misalnya DDT dan BHC. Penggunaan pestisida kimia
memang dapat mengamankan produksi pertanian secara ekonomis, karena pestisida kimia memiliki keunggulan komparatif sebagai berikut:

1. Pestisida alami  Sangat mangkus (efektif)

2. Pestisida alami  Praktis dan luwes, dalam pengertian mudah dikerjakan kapan saja dan
oleh siapa saja, baik pada keadaan rutin ataupun darurat

3. Pestisida alami  Cocok atau kompatibel dengan teknik pengendalian yang lain
PENGELOLAAN PASCA PANEN TANAMAN NILAM

PENGELOLAAN PASCA PANEN TANAMAN NILAM

January 30, 2010
Pengelolaan agro-industry nilam terdiri dari dua pekerjaan masing-masing pra
penyulingan dan saat penyulingan. Pengelolaan agro-industry pra penyulingan terdiri dari pengeringan dan pelayuan yang harus diperhatikan, antara lain:
Pengelolaan (1) Pengeringan jangan dilakukan terlalu cepat, sebab mengakibatkan daun menjadi rapuh dan sulit disuling; Oleh karena itu, daun dijemur di atas tikar atau lantai semen untuk memperoleh sinar matahari selama 3 hari dari jam 10.00-14.00 sampai kandungan air dalam daun turun sekitar 15% sampai penyulingan akan dimulai;
Pengelolaan (2) Pengeringan

jangan terlalu lambat, sebab mengakibatkan daun menjadi lembab dan udah terserang jamur, sehingga rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan rendah;
Pengelolaan (3) Tebal
tumpukan daun yang dijemur 50 cm dan dibalik 2-3 kali sehari.

Pengelolaan agroindustry
pada saat penyulingan yang harus diperhatikan antara lain:

Pengelolaan (1) Terna kering
berada pada jarak tertentu di atas permukaan air; Metode ini dikenal dengan cara
dikukus;

Pengelolaan (2) Jika tangki alat suling yang digunakan berkapasitas 1.150 liter maka kerapatan daun 100-150 gram/liter atau 120-150 kg/1.150 liter, di mana daun nilam dikukus dengan sistem tekanan/boiler;

Pengelolaan (3) Alat Suling dikonstruksi dari bahan stainless
steel supaya diperoleh hasil minyak berwarna lebih jernih;

Pengelolaan (4) Sebelum disuling, terna kering terlebih dahulu dibasahi air supaya mudah dipadatkan;

Pengelolaan (5) Penyulingan terna
kering nilam akan menyerap air sebanyak bobotnya;

Pengelolaan (6) Waktu yang diperlukan dalam
penyulingan secara dikukus sekitar 5-10 jam;

Pengelolaan(7) Kecepatan penyulingan secara dikukus
0.6 kg uap/kg terna.
PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT LESTARI SEBAGAI UPAYA PENYELAMATAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT LESTARI SEBAGAI UPAYA PENYELAMATAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

January 29, 2010
Saat ini keberadaan pengelolaan hutan rakyat, yang dibangun masyarakat di lahan milik, telah dirasakan cukup berarti dalam sumbangannya terhadap perbaikan kondisi lingkungan hidup. Di Kawasan Kapur Selatan, pembangunan pengelolaan hutan rakyat telah mengubah kondisi regional yang kering, panas dan gersang. Keberadaan hutan rakyat yang didominasi jati dan mahoni telah menjadikan kawasan ini lebih hijau, subur dan sejuk. Hutan rakyat juga cukup memberi dampak dalam penurunan jumlah bencana alam tanah longsor pada Kawasan Pegunungan Menoreh. Pengelolaan hutan rakyat.

Pengelolaan hutan rakyat bagi pemiliknya, hutan rakyat merupakan bagian penting dalam kehidupan mereka. Pola pemanfaatan dan interaksi masyarakat desa hutan dengan hutan rakyat cukup beragam dan berbeda-beda satu-sama lain, tergantung kondisi kesuburan tanah, kultur masyarakat secara umum, dan kebijakan lokal kabupaten yang terkait dengan pembangunan hutan rakyat. Namun demikian secara umum teridentifikasi bahwa hutan rakyat memegang peran penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat desa hutan. Sementara kebutuhan jangka menengah dipenuhi dari hasil panen tahunan seperti ketela, kemukus, dll. Kebutuhan jangka panjang dipenuhi dari panenan jangka panjang, tanaman kayu-kayuan. Di daerah yang kurang subur seperti di pegunungan kapur selatan, hutan rakyat sangat berperan dalam menopang kehidupan masyarakat pada saat pertanian tidak menghasilkan. Pengelolaan hutan rakyat.



Pengelolaan hutan rakyat Pada umumnya, pengelolaan hutan rakyat dilakukan dengan konsep pengelolaan yang sangat sederhana, yaitu hanya dengan menanami tanah miliknya dengan tanaman berkayu dan membiarkannya tumbuh berkembang. Dalam perjalanannya, teknik-teknik silvikultur di dalam pengelolaan hutan rakyat berkembang cukup pesat. Upaya-upaya perbanyakan tanaman dengan metode stek, sambung dan cangkok telah cukup akrab bagi petani hutan rakyat. Begitu pula dengan model penanaman multi jenis dan multilayer serta cara pemanenan pohon yang tidak merusak tanaman lain telah menjadi warna tersendiri dalam pengelolaan hutan rakyat. Namun perkembangan teknis ini tidak diikuti dengan peningkatan kapasitas manajerial yang memadai. Hal ini sangat berpengaruh terhadap proses pengaturan hasil yang hampir dikatakan tidak ada, karena selalu dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan yang sifatnya mendadak. Pemenuhan ini membuat petani hutan rakyat sebagai produsen kayu selalu menjadi pihak lemah dalam proses tawar-menawar harga produk. Pengelolaan hutan rakyat

Beberapa karakter umum pengelolaan hutan rakyat ditinjau dari aspek manajemen hutan adalah:

Pengelolaan hutan rakyat- Berada di tanah milik yang dijadikan hutan dengan alasan tertentu, seperti lahan yang kurang subur, kondisi topografi yang sulit, tenaga kerja yang terbatas, kemudahan pemeliharaan, faktor resiko kegagalan yang kecil dan lain sebagainya.

Pengelolaan hutan rakyat -Hutan tidak mengelompok, tetapi tersebar berdasarkan letak dan luas kepemilikan lahan, serta keragaman pola wanatani.

Pengelolaan hutan rakyat -Basis pengelolaan berada pada tingkat keluarga, setiap keluarga melakukan pengembangan dan pengaturan secara terpisah.

Pengelolaan hutan rakyat -Pemanenan dilakukan berdasarkan sistem tebang butuh, sehingga konsep kelestarian hasil belum berdasarkan kontinuitas hasil yang dapat di peroleh dari perhitungan pemanenan yang sebanding dengan pertumbuhan (riap) tanaman.

Pengelolaan hutan rakyat -Belum terbentuk organisasi yang profesional untuk melakukan pengelolaan hutan rakyat.

Pengelolaan hutan rakyat -Belum ada perencanaan pengelolaan hutan rakyat, sehingga tidak ada petani hutan rakyat yang berani memberikan jaminan terhadap kontinuitas pasokan kayu bagi industri.

Pengelolaan hutan rakyat -Mekanisme perdagangan kayu rakyat di luar kendali petani hutan rakyat sebagai produsen, sehingga keuntungan terbesar dari pengelolaan hutan tidak dirasakan petani hutan rakyat.

Pengelolaan hutan rakyat -Karakter-karakter tersebut sangat mengisyaratkan rentannya kelestarian hutan rakyat akibat adanya peningkatan kebutuhan industri berbasis kehutanan, terutama bahan baku kayu. Hal ini diperparah dengan menurunnya produktivitas kayu dari hutan negara yang disebabkan oleh penebangan liar dan kegagalan pembuatan tanaman.

Pengelolaan hutan rakyat -Diperlukan upaya intervensi bagi penyelamatan hutan rakyat dari penurunan kualitas dan kuantitas yang lebih jauh akan membawa dampak negatif bagi kualitas ekologi dan ekonomi regional. Di sisi selanjutnya, sejumlah industri berbasis kayu rakyat yang menampung ribuan tenaga kerja juga akan mengalami dampak ikutan (collateral damage). Pengembangan kemampuan manajerial dalam pengelolaan hutan rakyat harus ditumbuhkembangkan untuk memberikan kepastian kelestarian pasokan kayu untuk industri dan kepastian kontinuitas pendapatan petani hutan rakyat.
BUDIDAYA TANAMAN NILAM

BUDIDAYA TANAMAN NILAM

January 29, 2010
Budidaya tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) telah dimulai di Indonesia ratusan tahun dan telah dikenal di pasaran dunia sejak 65 tahun yang lalu. Walaupun sudah lama dibudidayakan, namun sampai sekarang budidaya tanaman nilam masih berbentuk budidaya berpindah-pindah. Budidaya berpindah-pindah ini tidak memerlukan pemupukan karena pada tanah bukaan baru ketersediaan hara, bahan organik dan mineral masih cukup, sehingga biayanya dianggap lebih murah.

Budidaya tanaman nilam terdiri pengolahan lahan sebaiknya dilakukan dua kali supaya tanah menjadi gembur, pembuatan saluran drainase supaya kadar air dalam tanah pada kondisi di sekitar kapasitas lapang, stek yang ditanam berasal dari tanaman yang sehat, pemupukan berimbang terdiri dari hara N, P, K, Ca, Mg, S, dan unsur mikro berdasarkan konsep uji tanah, penyiangan, pemangkasan untuk menghindari kanopi untuk tidak saling menutupi karena fotosintesa tidak optimal, pembumbuan setelah panen pertama, melakukan teknik konservasi secara vegetatif dengan mulsa untuk meningkatkan kandungan C-organik tanah dan menekan gulma, dan pengendalian hama penyakit. budidaya tanaman nilam
PESTISIDA ALAMI (NIMBA)

PESTISIDA ALAMI (NIMBA)

January 25, 2010
Pestisida alami-Tanaman nimba mengandung senyawa bioaktif yang sangat potensial sebagai bahan pembuatan pestisida alami. Pemahaman akan kandungan senyawa bioaktif dan mekanisme kerja pestisida nabati dari tanaman nimba akan menaikkan minat untuk mendayagunakan pestisida alami secara arif
dan bijaksana. Pestisida alami

Pestisida alami-Kandungan Racun dalam Tanaman Nimba Kandungan zat aktif dalam tanaman nimba adalah azadirachtin, salannin, meliantriol, dan nimbin, yang terutama terdapat dalam biji dan daun tanaman. Zat azodirachtin diyakini memiliki daya bunuh terhadap serangga hama. Di India dan Thailand, insektisida dengan bahan aktif azadirochtin sudah tersedia sebagaimana insektisida sintetis di Indonesia.Pestisida alami


Pestisida alami-Daun dan biji nimba mengandung berbagai senyawa kimia, misalnya fenol, quinon, alkaloid dan substansi nitrogen lain, asam-asam, dan terpena. Senyawa yang diyakini sebagai bahan bioaktif pestisida nabati adalah nimbin (nimbinen), thionemon, meliantriol, azadirachtin, dan salannin, yang merupakan senyawa kimia dari kelompok terpena. Selain senyawa-senyawa yang bersifat pestisida, tanaman nimba juga mengandung protein yang tinggi, mencapai l5%, dan serat yang rendah. Bungkil atau limbah tanaman nimba diketahui mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium. Hasil pengujian yang dikutip oleh Vijayalakshmi menunjukkan bahwa produk nimba efektif untuk mengendalikan nematoda bengkak akar, baik di laboratorium maupun di lapangan. Hasil pengujian yang sama diperoleh Siebeneicher, yang menggunakan daun segar dan tepung biji nimba untuk mengendalikan M. incognlla. Namun, Johnson menemukan bahwa penggunakan ekstrak kasar nimba 0,2% dan0,4% gagal menekan populasi M. incognita pada tanaman tembakau dan tidak meningkatkan produksi tanaman tersebut. Senyawa azadirachtin dapat menghambat pertumbuhan serangga hama, mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi telur dan penetasan, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas (berfungsi sebagai antifertil), dan menolak hama di sekitar pohon nimba.Pestisida alami

Pestisida alami-Menurut Dr. Ramesh C. Sexena, entomologis IRRI, tanaman nimba sangat potensial sebagai pestisida biologi dalam program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) atau pengendalian secara biologi, untuk mengurangi atau meminimalkan penggunaan pestisida sintetis. Hasil penelitian yang dilakukan IRRI menunjukkan bahwa 5 aplikasi 25% minyak nimba ultra volume alat 4 liter/ha dapat digunakan dalam proteksi tanaman padi. Di luar negeri, pestisida yang berasal dari tanaman nimba diperdagangkan dengan nama neem oil, margosan, nemazal, dan azatin.
Media Tanam

Media Tanam

January 25, 2010
Media Tanam Pecahan Batu Bata atau Genteng
Media Tanam ini sangat baik sebagai tempat melekatnya akar, pengatur kelembapan sekitar akar, dan tempat menyimpan air serta larutan unsur hara. Selain itu, Media Tanam ini tidak mudah melapuk serta mempunyai drainase danaerasiyang cukup baik. Penempatan Media Tanam ini adalah di dasar pot dan mengisi 1/3 bagian pot. Dalam hal daya serap air, Media Tanam pecahan batu bata berdaya serap lebih besar daripada Media Tanam pecahan genteng. Cuma, Media Tanam pecahan batu bata lebih cepat ditumbuhi lumut dibandingkan dengan Media Tanam pecahan genteng. Jika media sudah ditumbuhi lumut, sebaiknya segera diganti dengan media tanam baru.



Media Tanam Pakis
Media Tanam  ini bersifat sukar melapuk, memiliki daya mengikat air yang baik, serta memiliki kemampuan aerasi dan drainase yang baik juga. Sebelum digunakan sebagai media tanam anggrek, sebaiknya pakis direndam terlebih dulu dengan larutan pupuk NPK.

Media Tanam Sabut Kelapa
Media Tanam  sabut kelapa mempunyai daya simpan air yang sangat baik serta unsur hara yang diperlukan tanaman. Media tanam ini relatif diperoleh dan harganyapun relatif murah. Jika ingin menggunakan kelapa sebagai media tanam, sebaiknya pilih sabut kelapa yang sudah dipotong-potong sesuai dengan ukuran pot. Kelemahan Media Tanam sabut kelapa mudah melapuk dan membusuk. kelemahan ini dikhawatirkan menjadi sumber penyakit. Sebelum digunakan, sebaiknya media sabut kelapa ke dalam larutan fungisida. Media tanam sabut yang tidak digunakan harus disimpan di tempat yang kering dan sejuk.

Media Tanam Arang Kayu
Media Tanam  ini mempunyai kemampuan mengikat air yang cukup baik. Namun, dibandingkan dengan Media Tanam sabut kelapa, kemampuan mengikat airnya masih kalah. Media arang kayu tidak mudah lapuk dan tidak mudah dirumbuhi cendawan dan bakteri, tetapi miskin unsur hara dan harganya relatif mahal. Media Tanam ini memiliki sifat buffer. Artinya, kesalahan pemupukan kelebihan dosis pupuk) masih bisa ditolerir. Sebelum digunakan, arang kayu sebaiknya direndam terlebih dulu ke dalam larutan pupuk NPK. Karena sitat media tanam arang kayu yang mudah berjamur, sebaiknya perendaman larutan pupuk juga dicampur dengan larutan fungisida. Dalam penyimpanannya, media arang bisa dimasukkan ke dalam karung dan disimpan di tempat yang kering.

Media Tanam Moss Kadaka
Media Tanam Kadaka merupakan tanaman marga paku-pakuan, bentuknya rumput. Tumbuhnya melekat di batang pohon besar di hutan-hutan. digunakan sebagai media tanam anggrek epifit maupun terestrial. Jenis  tanaman kadaka yang sudah lapuk mengandung unsur hara yang dibutuhkan anggrek. Media kadaka mempunyai sifat dapat mengatur kelembapan, sehingga tidak mudah mendatangkan busuk akar pada tanaman anggrek Media ini termasuk awet karena bisa digunakan selama 1 tahun. Media Tanam ini sudah banyak dijual, tetapi harganya relatif mahal. untuk mencegah serangan penyakit, sebelum digunakan, media direndam dalam larutan fungisida. Media Tanam yang tidak digunakan dimasukkan ke dalam karung dan disimpan di tempat yang kering.
Media Tanam


PENYIRAMAN TANAMAN ANGGREK

PENYIRAMAN TANAMAN ANGGREK

January 24, 2010
Penyiraman tanaman anggrek.
Penyiraman tanaman anggrek adalah hal yang sangat penting dalam budidaya tanaman anggrek. Air adalah unsur paling penting dalam kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Demikian juga bagi tanaman anggrek. Anggrek akan tumbuh baik jika kebutuhan airnya tercukupi. Jika mengalami kekering yang berkepanjangan, tanaman akan mengalami dehidrasi. Dehidrasi pada anggrek ditandai dengan mengerutnya psedobulb (umbi semu). Namun sebaliknya, jika kelebihan air, tanaman akan mengalami busuk akar. Busuk akar itu mengakibatkan penyerapan mineral dan unsur hara di dalam tanah tidak berjalan dengan baik.




Frekuensi penyiraman tanaman anggrek dan banyaknya air siraman yang diberikan kepada anggek tergantung pada jenis, ukuran tanaman, serta keadaan lingkungan tanaman. Misalrrya, anggrek Vanda sp., Aracbnis sp., dan Rcnantbera sp. murupakan anggrek monopodial yang tumbuh di bawah cahaya matahari langsung. Jenis anggrek ini membutuhkan penyiraman sedikitnya dua kali dalam satu hari, terutama pada musim kemarau.

Penyiraman tanaman anggrek tergantung dari Jenis Anggrek.
Anggrek terestrial atau ienis anggrek tanah, seperti Vanda, Renanthera, Arachnis, dan Renanthera, umumnya membutuhkan air lebih banyak dibandingkan dengan anggrek epifit. Karena anggrek tetestrial umumnya tumbuh di bawah penyinaran matahari langsung langsung, dalarn satu hari sebaiknya dilakukan penyiraman sebanyak dua kali. Namun jika kondisi cuaca sangat panas, penyiraman bisa dilakukan sampai tiga kali.

Penyiraman tanaman anggrek tergantung dari Media Tanam.
Kemampuan setiap media tanaman, dalam hal menyerap air berbeda-beda. Dengan demikian, frekuensi penyiramannya pun berbeda-beda. Media tanam yang mempunyai daya serap air besar (sabut kelapa, pakis, kadaka), frekuensi penyiramannya lebih sedikit. Pada media tanam jenis ini penyiraman cukup dilakukan satu kali saja. Lain halnya dengan media tanam yang berdaya serap kecil (arang,pecahan batu batu atau genteng, potongan kayu, atau serutan kayu), frekuensi penyiramannya lebih sering yakni dua sampai tiga kali sehari (tergantung dari kondisi media).

Penyiraman tanaman anggrek Kondisi Cuaca.
Penyiraman sebaiknya dilakukan jika kondisi media tanam serta areal sekitar penanaman anggrek sudah tampak kering. Namun, tak ada salahnya penyiraman dilakukan jika kelembapan dirasa rendah dan terik matahari cukup menyerigat (terutama untuk anggrek tipe dingin).
Penyiraman tanaman anggrek
SRIKAYA SEBAGAI RACUN BAGI HAMA

SRIKAYA SEBAGAI RACUN BAGI HAMA

January 21, 2010
SRIKAYA SEBAGAI RACUN BAGI HAMA-Tanaman srikaya mengandung annonain yang memiliki daya bunuh sebagai racun perut atau racun kontak terhadap hama-hama: Aphis fabae;
Macrosiphoniella sanbomi; M. saloniolii; sitophillus zeamais; s. orizae;
dan Tr ib o I ium c o s t anu m. Kandungan Annonain tertinggi terdapat dalam biji.
Pestisida alami dari biji srikaya diperoleh dengan cara ekstraksi pengadukan
atau celupan.

Tanaman bengkuang mengandung racun pachyrrhizid yangmempunyai
daya bunuh terhadap tlat Plutella rylostella dan crocidolomio binotalis pada
tanaman kubis-kubisan. Kandungan pachyrrhizid tertinggi terdapat dalam biji.
Bunga pyrethrum mengandung racun pyrethrin yang memiliki daya
bunuh terhadap berbagai macam serangga, namun bukan merupakan racun
bagi binatang berdarah panas. Akar tuba mengandung racun derris. pada
mulanya, akar tuba digunakan sebagai racun ikan, namun kemudian banyak
digunakan untuk mengendalikan hama pada berbagai tanaman sa)rur-sa)ruran,
tembakau, kelapa, kina, lada, teh, cokelat, dan lain-lain.
Dalam perkembangan selanjutnya, ditemukan berbagai tanaman lain
yang berpotensi sebagai penghasil pestisida alami. Balai penelitian Tanaman
Sayuran (Balittsa), Lembang, meneliti tentang penggunaan daun tanaman
salira (Lantana camara),kipahit (Tithonia diversifulia),serai wangi (Andropogon
nardus), tikotok (Tagetes erecta), tembakau (Nicotipna tabacum),
nllam (Pogostemon cablin) , kacang babi (kphrosia candida), cengkeh (Euginia
syz i gium), babadotan (Ageratum hous t onianum), day ang (S e s trum
noctornum), dan nimba (Azadirachta indica) untuk mengendalikan hama
Phthorimaea operculella pada umbi kentang. Hasil penelitian tersebut me-
nunjukkan bahwa daun tanampn kacang babi dan nimba memiliki kemampuan
paling tinggi dan hampir sebanding dengan insektisida sintetis Karbaril
dalam menekan serangan Phthorimaea operculella pada umbi kentang, selama
masa penyimpanan.SRIKAYA SEBAGAI RACUN BAGI HAMA
Potensi Tanaman Penghasil Pestisida

Potensi Tanaman Penghasil Pestisida

January 21, 2010
Potensi Tanaman Penghasil Pestisida-Dalam dunia pertanian, pestisida yang berasal dari tanaman mulai dilirik
kembali. Indonesia cukup kaya akan potensi alamiah aneka sumber daya tanaman penghasil pestisida alami.
Potensi Tanaman Penghasil Pestisida Sejak dulu hingga sekarang, pemakaian pestisida merupakan salah satu
altematif untuk mengamankan produksi pertanian dunia. Sukses besar yang dicapai dalam pengendalian hama dan penyakit dengan penggunaan pestisida adalah setelah Perang Dunia II, yaitu sebagai awal era baru pemakaian insektisida organik sintetis, misalnya DDT dan BHC.

Penggunaan pestisida kimia memang dapat mengamankan produksi pertanian secara ekonomis, karena
pestisida kimia memiliki keunggulan komparatif sebagai berikut.
1. Sangat mangkus (efektif).
2. Praktis dan luwes, dalam pengertian mudah dikerjakan kapan saja dan
oleh siapa saja, baik pada keadaan rutin ataupun darurat'
3. Cocok atau kompatibel dengan teknik pengendalian yang lain'
Dalam perkembangan selanjutnya, penggunaan pestisida semakin meningkat dengan pesat, baik jenis, dosis, maupun interval pemakaiannya. Di Indonesia, terdapat lebih dari 25 jenis pestisida yang digunakan oleh petani, 16jenis di antaranya adalah insektisida yang digunakan oleh petani sayuran datarantinggi. Petani sayuran datatanrendah, misalnya di Kabupaten Tegal dan Brebes, telah menggunakan 15 jenis insektisida untuk mengendalikan hama-hama tanaman cabai, dan 12 jenis insektisida untuk mengendalikan hama-hama tanaman bawang merah.Potensi Tanaman Penghasil Pestisida Potensi
Tanaman Penghasil Pestisida
Pestisida Organik

Pestisida Organik

January 21, 2010
Pestisida Organik- Penggunaan pestisida sintetis (kimia) telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan. Ketergantungan terhadap penggunaan pestisida sintetis mengakibatkan pengembangan metode-metode lain untuk mengendalikan hama dan penyakit menjadi terlupakan atau bahkan ditinggalkan.


Sebenarnya, usaha tani (agribisnis) tanpa pestisida sintetis bukanlah hal yang mustahil. Harus diakui bahwa teknologi pertanian tradisional (konvensional) merupakan teknologi yang mempunyai peranan besar untuk menjaga




kelestarian lingkungan hidup. Namun, pertambahan jumlah penduduk mengharuskan adanya peningkatan produksi tanaman. 
Pertanian masa depan yang ideal seharusnya memadukan teknologi tradisional dan teknologi modern


yang diaktualisasikan sebagai pertanian berwawasan lingkungan. Salah satu alternatif pengembangan pertanian berwawasan lingkungan adalah dengan menggunakan tanaman-tanaman penghasil pestisida alami,


misalnya tanaman nimba.  
Pestisida Organik  asal nimba mempunyai tingkat efektifitas yang tinggi dan berdampak spesifik terhadap organisme pengganggu. Pestisida Organik- Bahan aktif nimba juga tidak berbahaya bagi manusia dan hewan. Selain itu,  residunya mudah terurai menjadi senyawa yang tidak beracun, sehingga aman atau ramah bagi lingkungan.


Pestisida Organik dalam hal ini membahas tentang tanaman nimba sebagai penghasil pestisida


alami atau pestisida nabati. Para ahli menyatakan bahwa tanaman nimba (Pestisida Organik)


berpotensi sebagai penghasil pestisida alami. Meskipun demikian, perkembangan di lapangan masih terbatas pada fungsi sebagai insektisida. Pokok bahasan dalam topik Pestisida Organik ini mencakup penjelasan mengenai tanaman penghasil pestisida, potensi tanaman nimba sebagai penghasil pestisida alami, cara pembuatan Pestisida Organik dari tanaman nimba, dan penggunaannya (aplikasinya).


Kami berharap tulisan ini dapat menjadi sumber informasi yang berguna bagi semua pihak yang menjadi pelaku pembangunan pertanian dan menjadi acuan bagi pembaca pertanian sekalian.
Pestisida Organik

Hasil Pertanian Kakao

January 14, 2010

Hasil pertanian yang berupa coklat yang selama ini kita kenal sebenarnya bernama tanaman kakao. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat klasifikasi botani tanaman kakao sebagai berikut:
Divisi: Sperrnatophyta
Sub divisi: Angiosperrnae
Kelas: Dicotyledonae
Keluarga: Sterculiaceae
Genus: Theobroma
Spesies: Theobrorna cacao L.

Hasil Pertanian Kakao Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia setelah Hasil Pertanian Kakao Pantai Gading dan Hasil Pertanian Kakao Ghana . Hasil pertanian kakao itu diperoleh dari pertanian kakao dengan luas areal 1.563.423 ha dan produksi 795.581 ton yang mampu menyerap 1.526.271 kepala keluarga, angka yang sangat fantastis dan spektakuler dibandingkan dengan hasil pertanian yang lain. Seperti yang telah diprediksi oleh deptan, hasil pertanian kakao ini diprediksi akan ekspor kakao Indonesia Tahun 2009 mengalami penurunan 30 % atau total ekspor hanya 248.000 – 406.000 ribu ton atau setara dengan potensi kehilangan pendapatan ekspor sebesar USD.57 juta – USD 114. Berdasarkan data terakhir dari ICCO (International Cacao and Coffee Organization) menunjukkan kebutuhan Hasil Pertanian Kakao dunia saat ini diperkirakan sebesar 3,299 juta ton. Untuk produksi biji kakao hanya sebesar 3,288 juta ton. Ini berarti penawaran Hasil Pertanian Kakao dunia kurang sekitar 110.000 ton. Indonesia dalam komoditas Hasil Pertanian Kakao ini, memegang peran strategis. Produksi Hasil Pertanian Kakao Indonesia saat ini atau tahun 2006 ini mencapai 435.000 ton pertahun. Maka negara kita menjadi ketiga terbesar dunia penghasil kakao setelah Pantai Gading dan Ghana di Afrika dengan pangsa produksi sebesar 13,23 persen dari total produksi Hasil Pertanian Kakao dunia. Produksi ini masih akan ditingkatkan hingga mencapai 600.000 ton pada tahun 2010. Kita melihat sekarang, posisi Sulawesi Selatan sebagai salah satu produsen kakao terbesar di Indonesia. Luas areal perkebunan 181.276 Ha atau sekitar 19,83 % dari jumlah luas areal perkebunan kakao nasional. Kakao tersebar di 17 provinsi termasuk Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua dan beberapa daerah lain. Diharapkan para pelaku usaha agribisnis cacao Indonesia dapat berpartisipasi dalam event Eurocholate 2009 yang merupakan salah satu event bagi brand image Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kakao terbesar dan juga dalam promosi dan ekspansi pasar Internasional.

Asosiasi Pengusaha dan Industri Kakao dan Coklat Indonesia menyambut baik dengan adanya pemberlakuan secara wajib SNI 2323-2008 Biji kakao. Hal senada juga dilontarkan oleh pihak pemerintah yang disampaikan oleh perwakilan dari Ditjen Perkebunan, Puslitkoka, Bea Cukai, dan Badan Karantina Pertanian serta bersepakat perlunya  reward and punishment dalam penerapan regulasi ini.

Pemberlakuan wajib SNI ini juga harus diterapkan pada biji kakao produk impor. Penerapan SNI Wajib Kakao sebagai mana yang terdapat dalam rancangan permentan diharapkan jangan sampai mematikan potensi petani / produsen kakao untuk itu perlu dilakukan kajian sosial ekonomi terkait rencana pemberlakuan wajib SNI 2323-2008.

Biji kakao asal Indonesia yang telah melewati tahap pengolahan atau fermentasi sudah tentu memperoleh biji kakao yang memenuhi syarat mutu dalam SNI 2323-2008. Tahapan pengolahan dan ferementasi akan memunculkan aroma yang khas / berbeda dari masing-masing jenis biji kakao, berbeda hal nya bilamana biji kakao tidak melalui proses fermentasi maka akan dihasilkan aroma serta rasa yang pahit dan sepet. Sp-esifikasi aroma dan cita rasa kakao yang sanagt dipengaruhi oleh jenis kakao, lokasi tanam dan perlakuan selama budidaya.

Gerekan pencanangan ini bertujuan menyadarkan petani bahwa pentingnya fermentasi dan pengeringan yang sempurna dilakukan  jika ingin kakao lebih dihargai di pasar, karena dari  fermentasi akan menghasilkan cita rasa, aroma, warna dan bentuk yang lebih baik dan ini lebih diterima di pasar dunia. Secara umum kakao nasional masih memiliki permasalahan mendasar yaitu kualitas rendah akibat tidak difermentasi dan pengeringan yang tidak sempurna menyebabkan tumbuhnya jamur. Kondisi ini berdampak pada ekspor kakao Indonesia yang sering terkena “automatic detention” yaitu produk yang masuk tidak memenuhi persyaratan negera importir sehingga dimusnahkan atau dikembalikan ke Negara importir. Produk kakao yang diekspor sebagian besar tidak difermentasi sehingga melemahkan posisi tawar dimata konsumen dunia. Gerakan Nasional ini ditujukan untuk menyadarkan petani bahwa pentingnya fermentasi dan pengeringan yang sempurna dilakukan  jika ingin kakao lebih dihargai di pasar, karena dari fermentasi akan menghasilkan cita rasa, aroma, warna dan bentuk yang lebih baik dan ini lebih diterima di pasar dunia.

Hasil pertanian kakao yang harus didorong dengan peningkatan pembangunan agroindustri kakao nasional, khususnya dalam upaya meningkatkan produksi kakao fermentasi, bermutu dan memiliki nilai tambah, sekaligus dapat menyediakan bahan baku industri dalam negeri secara berkelanjutan. Dijelaskan kembali bahwa luas areal tanaman kakao di Indonesia mencapai 1,5 juta hektar dengan produksi sebesar 790 ribu ton. Dalam kaitannya dengan upaya pemenuhan ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri, Mentan menambahkan bahwa kita masih menghadapi berbagai kendala, khususnya masalah mutu agar penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi biji kakao dan dapat diterapkan mulai tahun 2010 yang akan datang. Pada bagian lain Direktur Jenderal Perkebunan mulai tahun 2009 menyampaikan bahwa pemerintah akan melaksanakan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional di 9 provinsi dan di 40 kabupaten yang dilaksanakan sampai tahun 2011. Pada dasarnya Pencanangan Gerakan Nasional Kakao Fermentasi dimaksudkan untuk mendukung Industri dalam negeri ini memiliki arti yang sangat strategis dalam upaya mendorong peningkatan hasil pertanian kakao dan pasca panennya.

Hasil pertanian kakao yang maksimal diupayakan dengan perbaikan kwalitas biji kakao melalui pemberlakuan wajib SNI perlu dukungan dari berbagai pihak dan salah satunya adalah melalui Gernas Kakao yang dicanangkan Direktorat Jenderal Perkebunan yang dimulai dari tahun 2008 dan akan dilaksanakan dalam jangka waktu 3 tahun. Gernas tersebut akan dilakukan melalui perbaikan kebun kakao seluas sekitar 450 ribu Ha dan kegiatan penunjang seperti pelatihan bagi petani kakao, penyediaan kotak fermentasi, perbaikan mutu kakao dan pengembangan data base. Adapun hal-hal yang selama ini menjadi kekhawatiran on farm biji kakao diharapkan dapat dieliminir melalui kegiatan Gernas tersebut.

Hasil pertanian kakao yang semakin menurun dari tahun-ketahun selama ini karena kurangnya ketertarikan serta minat  para petani / produsen untuk menghasilkan kakao fermentasi disebabkan karena kurangnya insentif yang diberikan oleh pembeli terhadap biji kakao hasil fermentasi. Namun demikian masih banyaknya permintaan pasokan bagi industri yang dimpor dari negara-negara lain padahal petani kita mampu menghasilkan hasil pertanian kakao. Dalam mengapresiasi untuk merangsang para petani agar menghasilkan kakao fermentasi maka dari pihak asosiasi (AIKI) bersedia memberikan harga hasil pertanian kakao lebih tinggi untuk kakao fermentasi yaitu yang awalnya hanya menaikkan Rp 500/kg dari harga biasanya menjadi Rp 3000/kg sehingga harga biji kakao yang diterima petani bisa mencapai Rp 28000/kg.

Pembinaan didalam pengembangan mutu hasil pertanian kakao dan kemitraan yang masih perlu untuk ditindaklanjuti adalah terkait dengan aspek lain seperti banyaknya kotoran atau benda asing yang terikutkan pada saat pengiriman hasil pertanian biji kakao merupakan masalah kritis, serta beberapa hal substansi yaitu :

a.      Tindakan pabean jika produk tidak sesuai dengan persyaratan dalam SNI 2323-2008 Biji kakao. Untuk produk impor apabila tidak sesuai maka harus diekspor kembali atau dimusnahkan sedangkan untuk produk dalam negeri apabila tidak sesuai maka tidak boleh diedarkan.

b.      Label yang diatur dalam draf Permentan ini yang penting mudah dilihat, dibaca dan tidak mudah hilang. Ketentuan label berlaku di tingkat pengumpul atau packaging house karena tiap gapoktan akan dibangun packaging house sehingga produk yang dijual dapat tertelusur.

c.      Perlu disempurnakan pasal mengenai pengawasan. Untuk teknis pelaksanaan dalam hal penerimaan dan penolakan produk, pengawasan, dan pelaporan.

d.      Terkait dengan LS Prodak Puslitkoka dapat dijadikan sebagai LS Pro yang ditunjuk Menteri Pertanian akan tetapi dalam jangka waktu 2 tahun setelah ditunjuk maka Puslitkoka harus sudah diakreditasi.

e.      Sedangkan untuk Laboratorium uji saat ini baru tersedia 15 (lima belas belas) laboratorium uji yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

Hasil pertanian kakao dapat ditingkatkan salah satunya dengan peningkatan kualitas pertanian. Tanaman Kakao merupakan tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi hasil pertanian dan kualitas hasil pertanian akan rendah.

Hasil pertanian kakao akan meningkat jika petani kakao melakukan:

1. Persiapan Lahan
- Bersihkan alang-alang dan gulma lainnya
- Gunakan tanaman penutup tanah (cover crop) terutama jenis polong-polongan seperti Peuraria javanica, Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides & C. caeraleum untuk mencegah pertumbuhan gulma terutama jenis rumputan
- Gunakan juga tanaman pelindung seperti Lamtoro, Gleresidae dan Albazia, tanaman ini ditanam setahun sebelum penanaman kakao dan pada tahun ketiga jumlah dikurangi hingga tinggal 1 pohon pelindung untuk 3 pohon kakao ( 1 : 3 )

2. Pembibitan
- Biji kakao untuk benih diambil dari buah bagian tengah yang masak dan sehat dari tanaman yang telah cukup umur
- Sebelum dikecambahkan benih harus dibersihkan lebih dulu daging buahnya dengan abu gosok
- Karena biji kakao tidak punya masa istirahat (dormancy), maka harus segera dikecambahkan
- Pengecambahan dengan karung goni dalam ruangan, dilakukan penyiraman 3 kali sehari
- Siapkan polibag ukuran 30 x 20 cm (tebal 0,8 cm) dan tempat pembibitan
- Campurkan tanah dengan pupuk kandang (1 : 1), masukkan dalam polibag
- Sebelum kecambah dimasukkan tambahkan 1 gram pupuk TSP / SP-36 ke dalam tiap-tiap polibag
- Benih dapat digunakan untuk bibit jika 2-3 hari berkecambah lebih 50%
- Jarak antar polibag 20 x 20 cm lebar barisan 100 cm
- Tinggi naungan buatan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga sinar masuk tidak terlalu banyak
- Penyiraman bibit dilakukan 1-2 kali sehari
- Penyiangan gulma melihat keadaan areal pembibitan
- Pemupukan dengan N P K ( 2 : 1 : 2 ) dosis sesuai dengan umur bibit, umur 1 bulan : 1 gr/bibit, 2 bulan ; 2 gr/bibit, 3 bulan : 3 gr/bibit, 4 bulan : 4 gr/bibit. Pemupukan dengan cara ditugal
- Siramkan POC NASA dengan dosis 0,5 - 1 tutup/pohon diencerkan dengan air secukupnya atau semprotkan dengan dosis 4 tutup/tangki setiap 2-4 minggu sekali
- Penjarangan atap naungan mulai umur 3 bulan dihilangkan 50% sampai umur 4 bulan
- Amati hama & penyakit pada pembibitan, antara lain ; rayap, kepik daun, ulat jengkal, ulat punggung putih, dan ulat api. Jika terserang hama tersebut semprot dengan PESTONA dosis 6-8 tutup/tangki atau Natural BVR dosis 30 gr/tangki. Jika ada serangan penyakit jamur Phytopthora dan Cortisium sebarkan Natural GLIO yang sudah dicampur pupuk kandang selama + 1 minggu pada masing-masing pohon


3. Penanaman
a. Pengajiran
- Ajir dibuat dari bambu tinggi 80 - 100 cm
- Pasang ajir induk sebagai patokan dalam pengajiran selanjutnya
- Untuk meluruskan ajir gunakan tali sehingga diperoleh jarak tanam yang sama

b. Lubang Tanam
- Ukuran lubang tanam 60 x 60 x 60 cm pada akhir musim hujan
- Berikan pupuk kandang yang dicampur dengan tanah (1:1) ditambah pupuk TSP 1-5 gram per lubang

c. Tanam Bibit
- Pada saat bibit kakao ditanam pohon naungan harus sudah tumbuh baik dan naungan sementara sudah berumur 1 tahun
- Penanaman kakao dengan system tumpang sari tidak perlu naungan, misalnya tumpang sari dengan pohon kelapa
- Bibit dipindahkan ke lapangan sesuai dengan jenisnya, untuk kakao Mulia ditanam setelah bibit umur 6 bulan, Kakao Lindak umur 4-5 bulan
- Penanaman saat hujan sudah cukup dan persiapan naungan harus sempurna. Saat pemindahan sebaiknya bibit kakao tidak tengah membentuk daun muda (flush)


4. Pemeliharaan Tanaman
a. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore) sebanyak 2-5 liter/pohon
b.Dibuat lubang pupuk disekitar tanaman dengan cara dikoak. Pupuk dimasukkan dalam lubang pupuk kemudian ditutup kembali.

Sabar dan tawakkal serta istiqomah akan meningkatkan Hasil Pertanian Kakao di Indonesia.
MERDEKA!!!