Dibalik Keberhasilan Swasembada Beras era Orde Baru

September 27, 2016
Indonesia pernah menyandang sebuah negara dengan julukan "Macan Asia" karena keberhasilan di sektor pertanian yang sebelumnya Indonesia merupakan pengimpor beras setelah masa orde baru Indonesia menjadi negara pengekspor beras pada tahun 1980-an, hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah, presiden Soeharto dan para arsitek Orde Barunya mengatur skema pembangunan yang sedemikian rupa detailnya agar target-target pembangunan tersebut bisa tercapai, termasuk mengenai swasembada beras.

Inti dari cara ini adalah instruksi presiden yang
disalurkan secara top-down ke petani. Sebagai penyalur informasinya dibentuk organisasi bimbingan massal (Bimas) yang melibatkan semua level pemerintahan dari pusat sampai desa. Di tingkat petani, dibentuk kelompok-kelompok tani yang berfungsi untuk menjalankan instruksi di lapangan. Perannya sama seperti prajurit di medan perang, yaitu petani tidak boleh mengambil keputusan soal produksi. Pemerintah akan  memutuskan jenis benih apa yang akan digunakan, berapa lama waktu tanam, jenis pupuk, pestisida, dan lain-lain. Kemudian, petani tinggal melaksanakan apa yang diinstruksikan, setelah diberikan penyuluhan oleh lembaga-lembaga penyuluhan yang dibentuk oleh Departemen Pertanian. Di lapangan, lembaga-lembaga penyuluhan tersebut dibebankan tugas untuk memastikan  apakah petani sudah menjalankan sesuai dengan yang diinstruksikan. Setiap penyuluh harus memastikan semua petani bimbingannya menjalankan instruksi. Kalau ada petani yang menentang instruksi pemerintah, misalnya menanam padi jenis lain, maka aparat keamanan akan "mengamankan"nya.

Instruksi ini kemudian tidak hanya berhenti soal benih dan pupuk, melainkan juga berkenaan dengan pemasaran hasil pertanian. Untuk mendekatkan petani ke pasar sarana dan hasil produksi pemerintah mendirikan Koperasi Unit Desa (KUD). KUD nantinya yang akan menyalurkan sarana produksi ke petani sekaligus membeli gabah dari petani. Tidak hanya itu, ketersediaan sarana produksi serta akses bantuan modal juga dijamin oleh pemerintah. Hal inilah yang dilakukan Soeharto untuk mencapai target swasembada berasnya. Semuanya dikontrol secara ketat. Kegiatan agroindustri hulu (sarana produksi), usaha tani (on-farm), agroindustri/bisnis hilir (pengolahan/pemasaran), dan penunjang (penelitian, penyuluhan, pembiayaan) diintegrasikan secara ketat dalam program Bimas.

Tetapi dibalik itu semua ada Faktor penentu lainnya yaitu kondisi lahan pertanian di Indonesia yang pada waktu itu masih sangat subur, sekitar akhir tahun 1970-an petani Indonesia dikenalkan dengan hadirnya pupuk kimia, dan hal itu adalah cikal bakal keberhasilan dunia pertanian Indonesia sehingga kuantitas produksi pertanian meningkat tajam.

Tetapi ada yang terlupakan bahwa penggunaan pupuk kimia yang terus menerus tanpa diimbangi dengan pasokan bahan organik ke dalam lahan pertanian akan berakibat fatal pada lahan tersebut, dan generasi tahun 2000-an sampai sekarang harus menerima akibatnya, tanah mulai kekurangan unsur hara atau dalam bahasa teknisnya lahan pertanian menjadi kurus.

Tentunya hal ini mengngugah para petani untuk segera melakukan terobosan baru dengan penggunaan bahan-bahan organik yang sangat melimpah di sekitar kita, bisa saja memanfaatkan kotoran ternak, limbah dapur dan restoran, sampah organik dan bahan organik lainnya untuk mengembalikan kesuburan lahan pertanian.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »