Manfaat Buah Mangga

November 17, 2011
Masih soal mangga nih, selain daging buahnya yang manis dan lezat, mangga juga mengandung zat antioksidan yang menetralisasi radikal bebas yang dapat merusak sel tubuh yang berujung pada masalah kesehatan seperti sakit jantung, kanker, dan penuaan dini. Dibeberapa penelitian menyatakan memakan mangga dapat memperkecil risiko terkena pembentukan batu ginjal. Bagi muda-mudi, mumpung kamu-kamu belum tua nih, ada baiknya mengkonsumsi mangga mulai hari ini, biar tambah sehat dan awet muda.

Buah mangga mengandung zat besi yang tinggi baik bagi ibu hamil dan penderita anemia. Kalo makan buah mangga secukupnya saja yah.., semua hal kalo berlebihan kan gak baik. Ntar kalo berlebihan makan buah mangga jadi kekenyangan dan mules-mules deh, jadi berabee!
Nih satu lagi bagi kalian yang sangat berkepentingan dengan penampilan wajah, bagi yang punya masalah dengan tumbuhnya jerawat yang menggunung karena ada masalah penyumbatan pori-pori wajah. Jangan kuatir, cukup tempelkan irisan mangga ke wajahmu kemudian bersihkan setelah sepuluh menit. Atau kalau sayang dengan daging buah mangga (lebih baik kan dimakan aja), irisan kulit buah mangga juga berkiasiat yang sama. Dijamin deh wajah kamu terbebas dari jerawat dan makin kinclong kaya' Ayu Ting Ting.
Kandungan beta karoten dalam buah mangga merupakan nutrisi penting bagi kulit. Zat tersebut dikonversi oleh tubuh menjadi vitamin A dan bisa jadi obat untuk mengatasi jerawat. Caranya dengan mengaplikasikan buah kaya beta karoten langsung pada kulit berjerawat. Juga bermanfaat memeperbaiki pengelupasan kulit dan peremajaan, karena kandungan AHA (Alpha Hydroxyl Acids). Memenuhi asupan vitamin A adalah kunci kulit cerah dan sehat. Itu karena kekurangan vitamin A bisa membuat kulit terlihat kusam, kering, pori-pori terbuka, jerawat serta kulit pecah di bagian tangan, tumit dan lutut.
Kupasan kulit buah mangga mengandung daya antihelmintik yang dapat dijadikan sebagai obat cacing untuk anak. Selain itu, Antihelmintik pada kulit buah mangga sangat ampuh untuk membunuh kuman dan bakteri dalam perut.
Anda bisa menerapkannya di rumah, rebus kulit mangga selama 15 menit maka zat antihelmintik di kulit mangga akan keluar. Ambil air rebusan kulit mangga dan taruh ke gelas untuk diminum. Rebusan kulit mangga ini sangat ampuh membunuh bakteri jahat di dalam perut.
Kaum hawa yang bermasalah dengan haid, ada beberapa wanita bila waktunya haid terjadi pendarahan berlebih, maka bisa memanfaatkan kulit mangga, dengan cara digoreng dengan minyak goreng yang biasa ibu-ibu gunakan untuk menggoreng trasi. Tetapi ingat ibu-ibu, jangan gunakan munyak jelantah lho, gunakan minyak yang benar-benar baru dari kemasan. Cemplungkan kulit mangga yang masih hijau warnanya ke minyak yang sudah panas. Kalau sudah kelihatan kering dan masak (jangan terlalu gosong) angkat dan tiriskan, lalu makan dengan membaca bismillah. InsyaAllah pendarahan akan berkurang dalam beberapa kali makan gorengan kulit mangga. Semoga cepat sehat ya..
Kulit mangga yang digoreng merupakan obat yang mujarab untuk pendarahan yang berlebihan selama haid. Ambillah kulit mangga yang masih hijau warnanya, goreng dalam minyak yang sudah panas. Setelah masak, makanlah, ulangi sampai pendarahan itu berkurang. Niscaya pederitaan anda akan sirna.
Buah mangga juga mengandung enzim yang membantu mencerna protein. Sangat disarankan untuk mengkonsumsi mangga bagi mereka yang mempunya masalah pencernaan, buah mangga terkenal cespleng mengatasi masalah pencernaan. Buktikan kedahsyatannya!
Buah mangga kaya akan kalium, baik untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Selain itu, mangga juga mengandung pektin, bahan serat yang dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam tubuh. So, tunggu apalagi, buruan makan buah mangga agar terhindar dari strok.
Buah mangga kaya akan kalori dan karbohidrat yang menyehatkan serta menambah daya tahan tubuh. Kaya'nya untuk yang satu ini, buah mangga sangat cocok untuk kamu yang pingin naikin berat badan. Lebih cocok lagi bagi penduduk Ethiopia yang tinggal tulang sama kulit. Kapan ya bisa ngirim mangga kesana??
Untuk meningkatkan gairah seks dan daya tahan di atas ranjang, makanlah buah mangga dengan teratur.  Buah mangga mengandung vitamin E yang membantu meningkatkan kehidupan seks seseorang. Vitamin E memang berfungsi mengatur hormon seks seseorang. Jadi, jangan tunggu sampai musim mangga datang, makanlah buah mangga sekarang juga. Meski secara tradisional tidak dianggap sebagai afrodisiak, eh tahu nggak apa itu afrosidiak?
Afrodisiak adalah bahan yang bisa berfungsi meningkatkan libido atau gairah bercinta. Sejatinya, nama ini berasal dari kata Aphrodite yang dalam mitologi Yunani berarti dewi kecantikan dan cinta. Afrodisiak terbagi dalam dua kelompok yakni faktor psikofisiologikal dan factor internal yakni makanan, minuman beralkohol, obat-obatan dan perawatan kesehatan. Nah, dari segi internal, ada beberapa makanan yang dipercaya dapat meningkatkan gairah libido. Nah, salah satunya ya buah mangga ini. Jadi, jangan ragu lagi, makanlah buah mangga mulai sekarang.

8 TIPS CARA MEHILANGKAN BEKAS JERAWAT

November 15, 2011
TentangSaya

By Wong Darren


Bekas jerawat pada kulit lambat laun dapat menjadi hitam atau berupa Parut jerawat ini di akibatkan sel kulit mati pada kulit yang mengendap atau nanah yang dihasilkan jerawat di dalam kulit tidak keluar, yang kemudian menghasilkan bekas/noda jerawat berwarna hitam.

Berikut beberapa cara menghilangkan bekas jerawat secara alami yang dapat anda gunakan :


  • MENGHILANGKAN BEKAS JERAWAT - Air  Banyak artikel yang telah menjelaskan bahwa air sangat bermanfaat dalam metode alami untuk menghilangkan bekas jerawat dan menghilangkan jerawat. Minumlah minimalnya delapan gelas air putih sebagai penghilang sel-sel kulit mati pada kulit dari dalam dan menghilangkan racun berbahaya di dalam tubuh.
  • Menghilangkan Bekas Jerawat dengan Vitamin E Banyak orang yang merekomendasikan penggunaan kapsul Vitamin E bagi orang-orang yang memiliki bekas luka jerawat Vitamin E dapat membantu dalam pembaharuan sel dari dalam.
  •  Menghilangkan Bekas Jerawat dengan Minyak biji Rosehip juga merupakan obat yang efektif menghilangkan bekas jerawat. Ini minyak ini berfungsi sebagai anti-penuaan dan anti-kerut yang membantu kulit untuk regenerasi. Pijat di bekas luka dua kali sehari.
  •  Menghilangkan Bekas Jerawat dengan Diet seimbang/makanan seimbang dapat membantu dalam menghilangkan bekas jerawat. Makanan-makanan  yang bergizi  akan semakin cepat menyembuhkan bekas luka jerawat Ini akan membantu dalam membangun sel-sel kulit dan juga memberikan cahaya kulit yang sehat.
  • Menghilangkan Bekas Jerawat dengan  Campurkan air bunga mawar dan air/sari kayu cendana lalu taruh pada bekas luka jerawat pada malam hari ketika hendak tidur,lalu bilas dengan air dingin pada besok paginya, Ingat lakukan secara rutin pada tiap malam , jika teman-teman rutin mudah-mudahan memberikan hasil yang baik.
                                      
Berikut adalah beberapa metode hi-tech yang dapat menghilangkan bekas jerawat secara efektif  :

  • Dermabrasi adalah penghilangan lapisan atas kulit dengan menggunakan mesin. Setelah sel kulit mati bekas jerawat di angkat dari permukaan kulit, maka sel kulit baru akan tumbuh, sehingga lapisan kulit yang berbekas jerawat tidak lagi tampak.
  • Laser resurfacing adalah salah satu pengobatan bekas luka yang sangat banyak digunakan pada saat. Ini hanya menggunakan cahaya energi tinggi (laser) yang akan menghilangkan bekas jerawat dan kabarnya bahkan dapat mencegah keriput pada kulit wajah.
  • Pil kimia : Ini seperti dermabrasi. Peel Kimia, ini seperti Dermabrasi ,yaitu lapisan kulit atas akan terkelupas dikarenakan bahan kimia namun tidak menggunakan mesin. Ini bukan prosedur yang di anjurkan untuk semua orang karena mungkin bagi sebagian orang mungkin akan menglami reaksi alergi akibat dari bahan kimia.



BUAH MANGGA

November 05, 2011
Buah mangga memang tidak asing lagi diantara kita yang berada di kawasan katulistiwa. Buah mangga ditengarai berasal dari sekitar perbatasan India dengan Burma, mangga telah menyebar ke Asia Tenggara sekurangnya semenjak 1500 tahun yang silam. Dan saat ini Indonesia menjadi salah satu lumbung buah mangga di dunia. Buah mangga terutama dihasilkan secara berurutan dari yang terbesar oleh negara-negara India, Tiongkok, Meksiko, Thailand, Pakistan, Indonesia,
Brasil, Filipina, dan Bangladesh. Total produksi buah mangga dunia di tahun ‘80an sekitar 15 juta ton, namun hanya sekitar 90.000 ton (1985) yang diperdagangkan di tingkat dunia. Artinya, sebagian besar buah mangga dikonsumsi secara lokal. Sementara itu pasar utama mangga adalah Asia Tenggara, Eropa, Amerika Serikat dan Jepang. Singapura, Hong Kong dan Jepang merupakan pengimpor yang terbesar di Asia.
Tetapi jangan keburu bangga dulu dengan peringkat produksi mangga Indonesia di atas. Indonesia memang menempati urutan kelima sebagai negara penghasil mangga di dunia, periode 2003-2005, akan tetapi tidak termasuk 10 besar pengekspor mangga dunia. Ini patut kita pertanyakan, kenapa bisa demikian???
Yeah, jawabannya bisa beragam. Mungkin karena tingkat konsumsi buah mangga dalam negeri besar, maka sebagian besar produksi mangga terserap pasar dalam negeri. Yang ini positif lah, biar rakyat Indonesia tercukupi vitaminnya dari buah mangga. hehe..
Kemungkinan kedua, produk buah mangga Indonesia tidak bisa bersaing dengan luar negeri. Kalo yang ini negatif.., tetapi saya yakin varietas dalam negeri bisa bersaing dengan luar, lha wong saya cinta produk dalam negeri je.. hehe... lagi!
Kemungkinan karena tanaman mangganya jarang dipupuk dan dirawat dengan intensif, jadinya produksi minimalis. Ditambah lagi faktor pengemasan yang kurang canggih mungkin. Ditambah lagi tengkulak yang maunya untung sendiri, jadinya petani males ngurusi tanaman mangganya. Kalo yang ini sih lebih kepada tanggung jawab pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari syaiton-syaiton yang terkutuk.
Ah, kok jadi nglantur nulisnya.
Yang penting sekarang berfikir positif untuk kemajuan petani di Indonesia. Kami titipkan bangsa ini kepadamu Pengusaha. haha..
Ada cerita ni tentang buah mangga. Ada beberapa teman dari eropa yang kebetulan ngangsu kaweruh di kampus tua, sangat doyan makan buah mangga. Mereka sering memborong buah mangga dan memakannya rame-rame di kos-kosan 'tuna asmara'.  Maklumlah, buah mangga jarang yang bisa berbuah di daerah subtropis, sehingga harus ngimpor dari luar dan harganya selangit. Berbanding terbalik dengan kita disini, Buah mangga yang sangat istimewa ini akan anjlok harganya disaat panen raya seperti ini. Perlu penanganan pengemasan dan distribusi yang serius agar buah mangga mendapatkan nilai yang sesuai dengan keistimewaannya.
Bayangkan, berbeda jauh dengan mangga yang satu ini, buah mangga ini disebut mangga Miyazaki, karena berasal dari propinsi Miyazaki. Kalau mangga yang biasa diimpor Jepang harga per satu kilogramnya berkisar 820 yen sampai 2.250 yen, mangga Miyazaki, atau disebut juga mangga merah, karena mirip warna merah buah apel, bisa mencapai 11.371 yen sekilonya atau setara Rp 830.000,-.  Harga tersebut ditawarkan di sebuh supermarket di kawasan Meguro.
Busyett, mahal banget ya mangga ini. Itulah kawan-kawan, satu pelajaran dari negri sakura ini, sesuatu kalau dilakukan dengan serius, akan menghasilkan buah yang bernilai tinggi. Tidak hanya petaninya yang serius, pemerintahnya serius, pengusahanya juga serius, marketingnya juga serius, forwardingnya juga serius. Semua-mua serius deh!
selamat malam,
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR KEHUTANAN DALAM PERSPEKTIF PENDAPATAN NASIONAL BERKELANJUTAN

PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR KEHUTANAN DALAM PERSPEKTIF PENDAPATAN NASIONAL BERKELANJUTAN

November 04, 2011
Lebih dari 20 tahun, politik pembangunan ekonomi Indonesia menekankan pada eksploitasi sumberdaya alam untuk pembiayaan pembangunannya (Warsito, 1994). Penerimaan dari produksi ekstraksi tambang (berua minyak, gas, dan mineral) dan hasil hutan terutama kayu, telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembiayaan pembangunan dan pengeluaran rutin. Nilai ekspor nasional industri hasil hutan (plywood, furniture dan pulp) meningkat cukup signifikan, yaitu sebesar $200 juta (dua ratus juta dolar AS) per tahun pada sekitar tahun 1980 menjadi lebih dari $9 milyar (sembilan milyar dolar AS) per tahun pada tahun 1990-an.
Pada tahun 1997, saat Indonesia mulai mengalami krisis ekonomi, total output dari aktivitas kehutanan adalah sekitar $20 milyar (dua puluh milyar dollar AS) atau sekitar 10% dari GDP Indonesia (World Bank, 2001). Sektor pertambangan mineral (emas, perak, tembaga, nikel, timah dan batubara) memberikan kontribusi sebesar 8,2% dari penerimaan ekspor Indonesia tahun 1996, 7,9% tahun 1997 dan 14,0% tahun 1998. Selama beberapa periode tahun 1996 sampai dengan tahun 1998 tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi berada pada tingkat 7% dan GDP per kapita (berdasar harga konstan 1995) naik dari sekitar $ 248/kapita pada tahun 1960 menjadi $ 1.011/kapita pada tahun 2001 (WDI, 2002). Beberapa indikator ekonomi makro lainnya menunjukkan hal yang relatif sama, yaitu angka kemiskinan turun dari 70% pada tahun 1965 menjadi 11% pada tahun 1996 dan tingkat inflasi berada pada tingkat dibawah 10% (Lubis, 1997).
Indikator ekonomi yang sekilas nampaknya cukup baik tersebut, dilain pihak ternyata diikuti dengan terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam yang digunakan untuk penciptaan pendapatan nasional itu sendiri, serta degradasi lingkungan. Dalam periode tersebut, terjadi pengurangan luas hutan di Indonesia rata-rata sebesar 1,7 juta hektar per tahun. Angka tersebut telah melebihi taksiran tingkat deforestrasi yang dapat diterima yaitu berkisar antara
----------------------------
*) Paper dipresentasikan dan didiskusikan dalam Seminar Mengukur Perhitungan Produk Domestik Bruto, Kementrian Kehutanan RI di jakarta 28 April 2011. Paper ini merupakan editan paper penulis yang sama, yang didiskusikan dalam Semiloka PDRB Hijau di Universitas Sriwijaya bekjerjasama dengan PT Sinar Mas, Palembang tanggal 12 April 2011
**) Sofyan P.Warsito, Ph.D, adalah staf akademik Fakultas Kehutanan UGM, Lab Ekonomi Sumber Daya Hutan.


0,6–1,3 juta hektar per tahun (World Bank, 1994). Kerusakan lahan akibat pertambangan mencapai 59.090 ha dan baru seluas 7.743 ha yang telah direklamasi (Lubis, 1997). 
Berdasarkan pengalaman pembangunan ekonomi yang terjadi di kebanyakan negara sedang berkembang, pada dekade terakhir ini banyak negara mulai memikirkan tentang konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pemikiran ini berdasar pada laporan Burndtland Commission tahun 1987 yang menyatakan bahwa pilihan pembangunan saat ini dengan eksploitasi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan, dimungkinkan akan mengurangi kualitas kehidupan generasi mendatang (World Bank, 1997). Hal ini dipertegas lagi dengan adanya Konferensi Rio de Janeiro tahun 1992 yang menyarankan tentang perlunya indikator untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai suatu proses untuk meningkatkan dan atau memelihara kekayaan. Kekayaan (wealth) dalam konteks ini adalah mencakup aset produksi, sumber daya alam, kualitas lingkungan dan sumberdaya manusia yang seharusnya digunakan sebagai indikator pembangunan. Sampai sejauh ini, instrument untuk menilai keberhasilan pembangunan di Indonesia yang selama ini digunakan adalah Pendapatan Nasional, Domestik Bruto (PDB).
Demikian halnya di tingkat Provinsi maupun Kabupaten Kota. Indikator kinerja pembangunan yang digunakan adalah berupa Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).  Namun pada kenyataannya indikator nilai PDB maupun PDRB ini belum mampu mencerminkan hakekat tujuan pembangunan yang diharapkan dan tidak dapat dipakai untuk mengetahui tingkat keberlanjutan (sustainability) pembangunan, karena belum memasukkan unsur deplesi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan. Itulah sebabnya PDB dan PDRB belum dapat digunakan untuk mengetahui pola (pattern) keberlanjutan pembangunan suatu Negara/daerah.
Salah satu indikator yang dianggap lebih mampu memberikan gambaran tingkat kesejahteraan yang sebenarnya dan relatif lebih mampu memberikan gambaran keberlanjutan pembangunan perekonomian, adalah apa yang dikenal sebagai Pendapatan Domestik Bruto Hijau (PDBH) pada tingkat nasional dan Pendapatan Domestik Regional Bruto Hijau (PDRBH) pada tingkat regional. Indikator ini dianggap lebih mampu menggambarkan keberlanjutan pembangunan suatu wilayah karena telah memasukkan unsur nilai deplesi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan dalam pendekatan perhitungannya.
Berdasarkan berbagai kondisi seperti diuraikan tersebut dimuka, penerapan PDBH/PDRBH sebagai indikator pembangunan di Indonesia adalah perlu untuk dilakukan. Pemikiran ini didasarkan pada kenyataan bahwa peningkatan Gross Domestic Product (GDP) dari sebesar 1.280 trilyun rupiah pada tahun 2000 menjadi sebesar ± 1.480 trilyun rupiah pada tahun 2001 ternyata pada periode yang sama terjadi pengurangan stock (sediaan) sumber daya alam, antara lain perngurangan luas areal hutan ± 1,6 juta hektar per tahun, emisi karbon sebesar 296 juta ton per tahun, dan eksploitasi sumberdaya alam seperti minyak, emas, tembaga, nikel, batubara dan lain sebagainya (World Bank, 2001).
Pendapatan Nasional (termasuk Produk Domestik Bruto) adalah merupakan salah satu indikator kemajuan perekonomian yang menunjukkan capaian pendapatan finansial dari setiap sektor usaha yang juga merupakan penjumlahan dari seluruh pendapatan setiap unit usaha perekonomian. Termasuk di dalamnya adalah pendapatan usaha yang diperoleh unit-unit pengusahaan hutan dalam satu tahun, baik hutan tanaman maupun hutan alam. Dengan mengabaikan indikator perekonomian lainnya, terdapat asumsi bahwa semakin Tinggi pendapatan Nasional suatu Negara, adalah didambakan karena semakin tinggi pula tingkat kemakmurannya.

Pendapatan (income) dan Kekayaan (aktiva)
Secara matematis, Pendapatan Nasional Bruto (PNB dan PDB) sebenarnya sama dengan jumlah pendapatan seluruh penduduk suatu Negara dalam setahun. Jadi, kalau pendapatan setiap individu penduduk Indonesia dalam tahun tertentu dijumlahkan, akan sama dengan PNB atau PDB. Dalam praktek Kalau data angka PNB atau PDB dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia dalam tahun yang sama akan ditemukan angka pendapatan rata-rata per-kapita. Dikarenakan tingkat pendapatan juga merupakan salah satu indikator perekonomian, pembangunan ekonomi juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional. Dalam praktek, pendekatan untuk memperkirakan pendapatan Nasional digunakan beberapa macam metoda. Yang bertugas untuk perhitungan pendapatan nasional adalah Biro Pusat Statistik (BPS).
Selain pendapatan, ada lagi indikator perekonomian lainnya yakni kekayaan (asset atau aktiva). Nilai Aktiva (kekayaan) yang dimiliki oleh badan usaha, pemerintah maupun private individual adalah merupakan pasangan komplementer Pendapatan, karena asset adalah sumber daya yang menghasilkan pendapatan. Semakin kaya seseorang (perusahaan, maupun Negara) semakin tinggi juga harapan pendapatan yang diperolehnya. Sebaliknya, apabila kekayaan (aktiva) semakin rendah, semakin rendah pula pendapatan yang bisa diperoleh. Jadi boleh dikatakan bahwa pendapatan adalah fungsi kekayaan. Sebaliknya, semakin tinggi pendapatan seseorang, badan, atau pemerintah, akan memungkinkan semakin kaya, apabila mampu menyisakan dari konsumsi yang diperlukan (tidak habis dikonsumsi).
Sebaliknya, apabila sebagian aktiva yang ada kemudian terus menerus diambil untuk kepentingan konsumsi, maka nilai aktiva yang dimilikinya akan menurun, yang berlanjut ke arah penurunan pendapatan, yang disebut sebagai bergerak kearah yang lebih miskin. Negara kaya, sebenarnya bukanlah Negara yang hanya berpendapatan tinggi, melainkan juga Negara yang memiliki asset yang juga tinggi. Negara bisa berpendapatan tinggi, tetapi apabila pengeluaran belanja rutin yang harus dibayarnya lebih besar dari perolehan pendapatannya, maka harus ditutup oleh cadangan aktiva yang  tersedia. Apabila hal tersebut terus menerus terjadi maka seluruh aktiva akan habis (miskin).
Dalam unit ekonomi (Nasional, Badan Usaha, maupun Private Individual) aktifitas perekonomian didukung oleh dua kelompok besar Sumber Daya (Aktiva) Ekonomi, yakni aktiva yang berupa sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). SDA itu sendiri terdiri dari (1) SDA dalam arti sempit (yaitu SDA yang masih dalam bentuk, sifat, dan lokasi deposit aslinya) maupun (2) SDA yang sudah berubah lokasi maupun bentuk dan sifatnya (juga disebut sebagai man–made capital atau MMC). Kekayaan Negara adalah nilai seluruh SDA yang dimiliki yang adalah merupakan jumlah nilai SDA maupun MMC dimaksud.
Indonesia, sebagai Negara yang pendapatan ekonominya masih sangat tergantung kepada SDA (natural resources dependent country atau NRDC) adalah contoh ekstrim, bahwa capital (sumber daya) untuk memperoleh pendapatan nasional (bukan hanya pendapatan pemerintah saja) adalah dihasilkan dengan cara ekstraksi sumber daya alam baik yang terbarukan (sektor kehutanan, pertanian, perikanan, perkebunan dsb) maupun yang tidak terbarukan (sektor pertambangan) pada level yang paling primer (hulu).
Sebagai NRDC, tingkat pendapatan nasional yang dicapainya, sangat tergantung kepada derajat ekstraksi yang dilaksanakan Negara ini. Semakin besar ekstraksi sumber daya alam yang dilaksanakan, akan semakin tinggi pula anggapan tentang pendapatan nasional yang diperolehnya. Bisa dimaklumi bagaimana di masa orde baru Indonesia menggalakkan roda perekonomiannya dengan cara ekstraksi besar-besaran terhadap hutan (untuk memperoleh pendapatan dari hasil hutan kayu) dan minyak bumi. Kemudian, saat ini juga bisa dijumpai perkembangan yang pesat terhadap ekstraksi barang tambang yang berupa mineral dan batubara. Di banyak daerah, bisa ditunjukkan bagaimana pemerintah menggalakkan perolehan pendapatan dari sektor pertambangan besar-besaran. Semakin tinggi fisik maupun nilai produk tambang yang diekstrak dari depositnya dianggap sebagai yang semakin baik. Tidak disadari, bahwa pengurasan (ekstraksi) SDA terutama yang tak terbarukan, akan berarti merupakan pengurangan stock dalam depositnya, yang suatu saat akan habis. Nantinya, pada saat deposit seluruh unit pertambangan habis, maka pada saat itu pula akan tidak ada lagi arus pendapatan yang bisa diperoleh dari ekstraksi deposit tambang. Beberapa Negara bisa dijadikan contoh (negeri Solomon misalnya) ketika tambang kuningan diekstrak habis-habisan, negeri ini cukup kaya yang kemudian kembali relatif miskin setelah deposit tambang kuningan yang dimilikinya habis (Repetto, 1990). Nah, jadi apa yang bisa dikaji dari kejadian tersebut.


Kriteria Kelestarian Pembangunan Ekonomi
Perekonomian dianggap lestari (sustainable) apabila kondisi stock SDA miliknya sepanjang tahun adalah tidak menurun, agar pendapatan yang diperoleh dari SDA yang ada adalah juga lestari. Dalam aturan akuntansi, seluruh badan usaha diwajibkan untuk membuat laporan pada setiap akhir tahun kerja usahanya, yakni berupa laporan neraca aktiva (balance sheet statement) dan laporan laba rugi (income statement). Kekayaan (aktiva) suatu badan usaha maupun prifat dikatakan sebagai yang meningkat (semakin kaya), adalah apabila indikator nilai aktiva di akhir tahun menunjukkan angka yang lebih besar daripada nilai aktiva di awal tahun dalam tahun yang sama, yang adalah semakin miskin apabila sebaliknya.
Kinerja perekonomian akan semakin membaik, apabila seluruh penerimaan (revenue) yang diperoleh tidak seluruhnya digunakan untuk keperluan konsumsi rutin, tetapi sebagian ada yang digunakan untuk (1) investasi (memperbesar aktiva),  dan (2) untuk mengganti aktiva yang aus atau rusak (depresiasi), serta sisanya untuk (3) dinikmati dalam bentu konsumsi (belanja rutin termasuk pembayaran gaji dsb).
Negara sebagai lembaga yang memiliki asset dan income, semestinya juga memberlakukan pelaporan seperti yang dilakukan badan-badan usaha ataupun perseorangan, yakni melaporkan tentang nilai stock asset di awal dan akhir tahun serta pelaporan tentang rincian arus pendapatan neto keuangan Negara. Sebenarnya Pemerintah selama ini juga memiliki data kekayaan Pemerintah, namun tidak memiliki data kekayaan di sektor SDA yang masih berada dalam stock aslinya (deposit tambang, stock tegakan hutan, stock ikan dsb). Akibatnya, kekayaan Negara yang nampak adalah seolah hanya berupa asset yang non aktiva SDA aslinya. Dalam laporan tiap tahun oleh Badan Pusat Statistik dikenal juga angka depresiasi capital, tetapi baru berupa SDA yang sudah menjadi man-made capital (barang modal) saja, belum memasukkan angka stock SDA yang masih berupa stock di alam (baik hutan maupun tambang). Stok kayu produksi hasil hutan kayu misalnya dalam system akuntansinya, seluruh unit produksi hanya melaporkan tentan stock produksi kayu yang sudah ditebang dan sudah diangkut tempat penimbunan kayu (TPK), stock tegakan yang ada di hutan tidak diwajibkan untuk dilaporkan, termasuk juga yang diberlakukan di BUMN Kehutanan. Juga dalam laporan keuangan di sektor pertambangan, yang dalam system akuntansinya hanya melaporkan stock di tempat penimbunan produksi, tidak mencakup stok deposit tambang yang ada dalam areal tambangnya.
Sebagai akibat sistem akuntasi seperti itu (tidak mencakup pelaporan stock deposit SDA), maka pelaporan yang dibuat pada tingkat nasional tidak akan mampu menunjukkan arah kelestarian perekonomian Negara. Perhutani misalnya, bisalah kaya raya karena pendapatan dari sektor produksi kayu per tahunnya misalnya besar. Tetapi dikarenakan stok tegakan hutan sebagai penghasil kayu tidak diketahui, bisa saja dalam tahun yang sama telah terjadi penurunan aktiva stok aktiva berupa volume (dan nilai) tegakan hutan sebagai sumber utama pendapatan perusahaan ini. Apabila itu terjadi, tentu nilai laba yang dilaporkan perusahaan harus dikurangi nilai volume tegakan yang terdeplesi (depleted atau depreciated) tersebut. Kalau tidak dikoreksi, maka pendapatan perusahaan akan terus menurun sejalan perjalanan waktu sehubungan dengan penurunan aktiva tegakan hutan (Sumber Daya Hutan) sebagai penghasil pendapatan utama mereka.
 Sebagai contoh berat lagi, adalah pendapatan nasional dari sektor kehutanan yang dihasilkan oleh ekstraksi kayu bundar di masa orde baru. Dalam periode Orde Baru, hutan alam tropic Indonesia menghasilkan pendapatan nasional yang cukup besar melalui produksi tebangan yang dihasilkannya, dan sering dibanggakan oleh lembaga pengelola kehutanan saat itu, bahwa pembangunan kehutanan berperanan cukup besar dalam pembangunan. Mungkin betul itu, sektor kehutanan menyumbang besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Namun, sayangnya kondisi penghasil kayu (stock tegakan hutan) itu sendiri tidak diketahui, apakah tidak terjadi kemerosotan stock tegakan hutan Indonesia ? Hutan adalah SDA yang renewable, oleh karena itu kalau mau lestari, sebenarnya tingkat ekstraksi kayu dari hutan harus bisa pada tingkat yang tidak menurunkan stock tegakan hutan. Apa yang terjadi, di saat masa orde baru ditinggalkan, ternyata kemudian banyak unit-unit perusahaan pengusahaan hutan yang berhenti bekerja, yang disebabkan tidak memiliki stock tegakan hutan yang bisa ditebang lagi. Data ini menunjukkan bahwa di masa Orde Baru telah terjadi ekstraksi kayu pada tingkat yang melebihi kemampuan hutan untuk menghasilkan kayu yang layak tebang. Demikianlah, maka saat sekarang generasi yang ada merasakan dampaknya, yakni pendapatan dari sektor kehutanan merosot tajam yang diakibatkan terjadinya kemerosotan tegakan hutan sebagai penghasil kayu. Bahkan sebenarnya, norma produksi di sektor kehutanan tidak harus negatip, melainkan bisa positif yakni stok volume tegakan bisa meningkat, sejalan dengan waktu apabila manajemen usaha kehutanan mampu melaksanakannya. Apabila demikian, maka yang terjadi bukanlah harus berupa depresiasi (negatif) stock tegakan hutan melainkan terjadi apresiasi stock tegakan hutan (positif). Inventarisasi tegakan secara periodic (berkala) tentu sangat dibutuhkan, untuk mendampingi data produksi yang dihasilkannya.
Untuk sektor yang mirip dengan sektor kehutanan misalnya adalah sektor perikanan. Namun, untuk sektor perkebunan karena tidak produksinya tidak dilakukan dengan menabang pohon, maka kelestarian produksinya bisa lebih kuat dibandingkan dengan kelestarian produksi kayu.
Lain halnya dengan criteria kelestarian sektor tambang. Sektor ini tidaklah terbarukan (unrenewable), yang tentunya suatu saat akan habis apabila depositnya sudah ditambang seluruhnya. Kriteria kelestarian di sektor tambang, adalah bukan pada produksi tambang itu sendiri melainkan diukur dari penggunaan pendapatan pemerintah yang diperoleh dari sektor ini, yang mestinya tidak digunakan untuk keperluan rutin (konsumsi) pemerintah, melainkan untuk keperluan pembangunan di sektor lain non tambang. Oleh karena itu, norma yang diberlakukan adalah, bahwa penambangan tidak dilakukan membabi buta yakni semestinya dengan tingkat ekstraksi yang melebihi kemampuan pemerintah untuk membangun sektor yang renewable (misalnya industry) sehingga begitu sektor pertambangan kehilangan stock deposit tambang) maka sektor penggantinya (industry misalnya) sudah siap mengganti peranan tambang dalam pembentukan pendapatan nasional. Apabila norma ini tidak diterapkan, maka begitu stock tambang habis, maka pendapatan nasional dari sektor pertambangan akan ikut merosot (nol) karena kehilangan stok deposit tambang tanpa penggantinya. Oleh karena itu, dalam perhitungan pendapatan nasional lestari (hijau), nilai produksi tambang tidak masuk ke dalam data Pendapatan Nasional. Sehingga dikenal terminologi pendapatan nasional di luar tambang dan migas.
Kelestarian pembangunan ekonomi berkelanjutan juga harus ditandai dengan  tidak merosotnya nilai lingkungan yang terutama menimbulkan bencana baik bencana perekonomian maupun nyawa manusia. Apabila terjadi kemerosotan lingkungan, maka kemerosotan nilai dalam tahun berjalan harus dinilai, sebagai koreksi terhadap pendapat nasional.

Implikasi
Angka Pendapatan Nasional (atau PDB dan PDRB) Hijau (lestari), sebenarnya memang tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk segera dilaksanakan negeri ini. Tentu saja, diperlukan dukungan data dari sektor-sektor usaha yang ada, karena BPS tentu tidak akan mampu melaksanakannya. Data yang diperlukan selain data yang yang secara rutin dikumpulkan oleh BPS terutama adalah data inventarisasi SDA yang masih dalam bentuk depositnya (termasuk inventarisasi tegakan hutan). Data inventarisasi SDA dan Mutu Lingkunan (baik berupa depresiasi maupun apresiasi) digunakan untk koreksi terhadai angka Pendapatan Nasional.

Oleh:
Sofyan P.Warsito **)

  REFERENSI

BALANGUE, TONIE O., 1991. Natural Resource Accounting: Dipterocarp Forests. Technical Report No.1, Natural Resources Accounting Project, National Institute of Geological Sciences, U.P. Dilliman, Quezon City, The Philippines.

COLBY, M. 1989. Evolution of Paradigms of Environmental Management in Development. Washington D.C.: The World Bank, Strategic Planning and Review Dept. (Discussion paper no.1).

DALY, HERMAN E., 1989. Steady-State versus Growth Economics: Issues for the Next Century. Paper for the  Hoover Institution Conference on Population, Resources and Environment, Stanford University, February 1-3, 1989

DALY, HERMAN E., 1981. Three Vision of The Economic Process. Paper dalam seminar "Environmentally Sustainable Strategies for Economic Development. World Bank, Washington, D.C.

DALY, HERMAN E. 1989. Sustainable Development: From concept and theory towards operational principles. Population and Development Review. Special Issue on the 1989 Hoover Institution Conference.

EL SERAFY, S. 1989. The proper calculation of income from depletable natural resources. In: AHMED, Y., EL SERAFY, S. and LUTZ, E. 1989. Environmental Accounting for Sustainable Development. Washington: The World Bank. Selected papers from UNEP- World Bank Symposium.

GEORGESCU-ROEGEN, NICOLAAS, 1971. The Entropy Law and the Economic Process, Harvard University Press, Cambridge, MA.

HICKS, J.R. 1946. Value and Capital. 2nd ed. Oxford University Press.

HUETING, R. 1989. Correcting National Income for Environmental Losses: Toward Practical Solution. Dalam: AHMED, Y., EL SERAFY, S. and LUTZ, E. 1989. Environmental Accounting fo Sustainable Development. Washington: The World Bank. Selected papers from a UNEP-World Bank Symposium.

MARGRATH, WILLIAM and ARENS, PETER., 1989. The Costs of Soil Erosion on Java: A Natural Resource Accounting Approach. The World Bank: Policy Planning and Research Staff, Washington D.C.

PESKIN, HENRY M., 1989. Accounting for Natural Resources Depletion and Degradation in Developing Countries. Environment Department Working Paper, The World Bank Policy Planning and Staff, Washington D.C.

PESKIN, HENRY M., 1991. Environmental Accounting in Indonesia: Towards A Comprehensive System. Paper prepared for Chemonics Inc. for Natural Resources Management Project 467-0262.

REPETTO, ROBERT., MARGRETH, WILLIAM., WELLS, MICHAEL., BEER, CHRISTINE., and ROSSINI, FABRIZIO. 1989.  Wasting Assets: Natural resources in the National Income Accounts. World Resources Institute.

WARSITO, SOFYAN P. 1994. Natural Resources Depletion  in Indonesia: A Natural Resource Accounting Approach. Unpublished Dissertation. University of The Philipllines.