Profesor Suhardi Profesor Telo

December 31, 2013
Aku mengenal beliau dulu ketika sedang belajar di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta tahun 1999. Beliau kukenal sebagai dosen yang sangat cemerlang, Pak Hardi, kami biasa memanggil, tercatat sebagai profesor kehutanan termuda kala itu. Entah kalau sekarang, apa sudah ada rekor baru atau belum. Maklumlah, aku kurang gaul dalam hal ini.

Pertama kali berdialog langsung dengan beliau ketika ada sebuah kasus dalam studiku. Saat itu aku salah  mencatat waktu ujian, sehingga tidak bisa ikut ujian. Aku menghadap ke bagian tata usaha [TU] untuk mengusahakan ujian susulan, tetapi kata-kata yang tidak mengenakkan yang aku dapatkan. Akhirnya saya menghadap wakil dekan bagian akademik, yang waktu itu dijabat oleh Prof. Suhardi. Dalam dialog itu aku dapatkan sosok yang sangat perhatian terhadap anak didiknya. Beliau dengan tenang menanggapi keluhanku dan memberi wejangan dan bimbingan dalam menempuh studi. Walaupun demikian, tetap saja aku tidak dapat menempuh ujian susulan dan merelakan nilai E ada dalam hasil ujian semester. Dan dengan terpaksa pula aku harus mengikuti kuliah yang sama semester depan.
Aku tertarik menulisnya di blog ini karena Pak Suhardi, Prof. Telo ini memiliki kekuatan dan kemauan yang keras dalam memegang teguh keyakinan dan cita-cita beliau. Kerja keras dan pantang menyerah merupakan contoh yang baik untuk kita tauladani bersama. Propaganda anti gandum adalah sesuatu yang ‘original’ menurutku, sebagai bentuk dari perlawanan terhadap hegemoni gandum dan turunannya telah mendarah daging dalam darah beliau. Kedaulatan pangan nasional selalu beliau suarakan dimana saja dan kapan saja beliau diberi kesempatan untuk bicara. Julukan sebagai Prof. Telo pun beliau sandang dengan bangga.
Di bawah ini beberapa cuplikan dari sebuah buku yang sangat menginspirasi ‘Mandiri Pangan Sejahterakan Rakyat’ Prof. DR. Ir. Suhardi.
Pada tahun 9187, Prof. Suhardi berusia 32 tahun. “Pada kali pertama itulah di tahun 1987, saya mengikrarkan Sumpah Gandum. Kalau Gadjah Mada mengikrarkan Sumpah Palapa, maka saya ber Sumpah Gandum. Saya tidak akan makan gandum dan produk turunannya, hingga masyarakat Indonesia sejahtera dan tidak bergantung pada gandum,” tegas Prof. Suhardi.
Sampai saat ini Prof. Suhardi tetap konsisten tidak makan gandum dan turunannya karena negeri ini belum berdaulat pangan, alih-alih berdaulat dari gandum, berdaulat dari beras pun kita tidak. Malah fenomena yang kudapati di pelosok-pelosok dusun di Sulawesi, mungkin juga di pulau yang lain di Indonesia,  produk mie instan telah menjadi budaya dan menjadi makanan wajib dalam setiap jamuan makan. Ngeri kan?
"Kalau kita perhatikan gandum (tepung terigu) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Padahal gandum sama sekali tidak tumbuh di Indonesia, harus diimpor dari luar negeri. Lihat saja aneka kue dan makanan kecil, sebagian besar menggunakan terigu sebagai bahan baku. Begitu pula komposisi snack, mie instant, roti, biskuit, gorengan yang ada di pasaran, sebagian besar bahan dasarnya adalah terigu,"
Ketergantungan importasi yang tinggi terhadap pasokan gandum atau tepung terigu sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia. Kebutuhan biji gandum Indonesia setiap tahunnya sangat besar, yaitu lima juta ton. Sedangkan pada 2008 dan 2009, importasi beras di Indonesia nol persen.
Dalam perhitungan Prof. Suhardi, dari importasi komoditas makanan seperti gandum, maka devisa negara yang tersedot keluar sebesar Rp 325 triliun per tahun. Jumlah ini tidak sebanding dengan penggelontoran dana talangan ke bank Century sebesar 6 triliun. Padahal, gizi gandum jauh lebih rendah dibanding gizi ketela atau umbi-umbian lain maupun beras.
“Pemerintah sekarang tidak memahami petuah Nabi Muhammad. Bukan carilah ilmu hingga ke negeri Cina. Tapi, yang dilakukan pemerintah justru imporlah pangan hingga ke negeri Cina. Padahal di negeri ini terdapat 400.000 jenis tanaman yang bisa dikonnsumsi, namun tidak terkelola dangan baik,” jelas Prof. Telo.
Melalui buku ‘Hutan dan kebun Sebagai Sumber Pangan Nasional” yang dikerjakan bersama Moch Sambas Sabarudin dan Sri Astuti Soedjoko, Prof. Suhardi ingin menyampaikan pesan kepada pemangku kebijakan, agar mulai mengurangi impor gandum dan kembali meningkatkan produksi tanaman pangan di dalam negeri sendiri. Meskipun, dia menyadari keputusan tersebut akan bertabrakan dengan kepentingan produsen pangan yang bahan bakunya menggunakan gandum.
Prof. Suhardi selalu lantang mendorong agar memanfaatkan hutan untuk ditanami sejumlah tanaman pangan yang mampu beradaptasi dengan hutan. Misalnya ganyong, garut, suweg, porang, gadung, tales, dan lain-lain yang dikonsumsi dan menjadi bahan penghasilan bagi masyarakat di sekeliling hutan.
Mari kita tengok seberapa meruginya kita kalau kita tergantung terhadap gandum dari segi kandungan gizinya.
No.
Kandungan Gizi
Banyaknya dalam


Beras
Gandum
Ubi Kayu
Garut
Ubi Jalar
1
Kalori [kal]
360
365
363
355
136
2
Protein [gram]
6,8
8,8
1,1
0,7
1,1
3
Lemak [gr]
0,7
1,3
0,5
0,2
0,4
4
Karbohidrat [gr]
78,9
77,3
88,2
85,2
32,3
5
Kalsium [mg]
6
16
84
8
57
6
Phospor [mg]
140
106
125
22
52
7
Zat Besi [mg]
0,8
1,2
1
1,5
0,7
8
Vit A [SI]
0
0
0
0
900
9
Vit B1 [mg]
0,1
0,1
0
0,1
0,1
10
Vit C [mg]
0
0
0
0
35
11
Air [gr]
13
12
9,1
13,6
40
12
Bagian dimakan [%]
100
100
100
100
100




Arang Tempurung

December 26, 2013
Arang tempurung kelapa merupakan salah satu produk yang terbuat dari tempurung kelapa. Arang tempurung kelapa ini merupakan bahan baku untuk pembuatan briket arang tempurung kelapa yang pada proses selanjutnya akan dapat diolah menjadi arang aktif. Jadi briket arang tempurung kelapa merupakan bahan baku untuk industri arang aktif. Pembuatan arang tempurung ini belum banyak yang melakukannya, padahal potensi bahan baku arang tempurung kelapa, penggunaan arang tempurung kelapa dan potensi pasar arang tempurung kelapa cukup besar, baik untuk konsumsi rumah tangga lokal maupun untuk industri arang aktif, baik untuk penggunaan dalam negeri maupun penggunaan luar negeri.
Dari aspek teknologi, pengolahan briket arang tempurung kelapa relatif masih sederhana dan dapat dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar briket arang tempurung kelapa, serta kualitas yang belum memenuhi persyaratan merupakan kendala dan masalah dalam pengembangan usaha industri pengolahan briket arang tempurung kelapa.
Sebagai salah satu penghasil kelapa terbesar di dunia, Indonesia memiliki luas areal tanaman kelapa ada tahun 2000 mencapai 3,76 juta ha, dengan total produksi diperkirakan sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar (95%) merupakan perkebunan rakyat. Ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya, kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting.
Pada umumnya pemanfaatan buah kelapa hanya daging buah kelapanya saja untuk dijadikan kopra, minyak dan santan untuk keperluan rumah tangga, sedangkan hasil sampingan lainnya seperti tempurung kelapa belum begitu banyak dimanfaatkan. Bobot tempurung kelapa mencapai 12% dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 672 ribu ton tempurung kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi tempurung kelapa yang sedemikian besar ini belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani kelapa.
Dari aspek teknologi, pengolahan arang tempurung kelapa relatif masih sederhana dan dapat dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serta yang belum memenuhi persyaratan merupakan kendala dan masalah dalam pengembangan usaha industri pengolahan arang tempurung kelapa.

Pengembangan lanjutan dari pengolahan arang tempurung kelapa adalah briket arang tempurung kelapa. Briket arang tempurung kelapa ini memiliki kalor yang tinggi dan menghasilkan panas yang bagus, sehingga briket arang tempurung kelapa cocok untuk industri makanan, dan industri-industri lainnya yang memerlukan pemanasan pada proses produksinya. Berbekal keunggulan-keunggulan yang dimiliki briket arang tempurung kelapa, menunjukkan bahwa pasar briket arang tempurung kelapabaik di dalam negeri maupun di luar negeri masih terbuka lebar. Negara-negara tujuan ekspor utama briket arangtempurung kelapa adalah Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, Norwegia, Inggris, Perancis, Jerman, RRC, Uni Emirat Arab dan Srilangka.
Konsep Pemupukan Berimbang

Konsep Pemupukan Berimbang

December 26, 2013

Pemupukan berimbang dapat diartikan sebagai pemupukan yang lengkap (Urea, TSP/SP-36, KCl ) dengan tetap memperhatikan kebutuhan unsur hara mikro. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah sedikit, unsur hara mikro (terutama unsur hara mikro esensial) mempunyai peranan penting dalam metabolisme dan proses fisiologis tanaman yang ujungnya berpengaruh terhadap produksi tanaman. Konsep Pemupukan Berimbang dalam budidaya padi sawah harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain :
~ Status hara tanah
~ Kebutuhan tanaman, dan
~ Target hasil

Dengan demikian, prinsip berimbang dalam pemupukan padi sawah adalah keseimbangan antara ketersediaan hara yang ada dalam media tumbuh (tanah sawah) dan kebutuhannya bagi tanaman padi. Idealnya status hara tanah diketahui melalui analisa laboratorium, namun untuk ini butuh biaya yang tidak murah. Pendekatan lain bisa dilakukan dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Ini pun cukup sulit karena keterbatasan alat PUTS dan pereaksinya. Hal yang mungkin bisa dilakukan oleh petani adalah dengan pendekatan Petak OMISI. Hal yang perlu diketahui berkaitan dengan ketersediaan hara dalam tanah adalah sumbernya. Bahwasanya ketersediaan unsur hara, baik makro maupun mikro yang ada dalam tanah bersumber dari :
1. Tanah, setiap jenis tanah memiliki kekhasan kandungan unsur hara.
2.  Bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman maupun kotoran hewan/binatang ternak.

Dalam praktek budidaya tanaman padi sawah, pemberian pupuk harus mempertimbangkan jenisnya, jumlah atau dosisnya serta waktu pemberian. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dan efisien, maka petani (pelaku usaha tani) sebaiknya mengupayakan :
~ Menambahkan kotoran hewan/binatang ternak untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah
~ Disarankan menggunakan Pupuk Pelengkap Cair (PPC) yang kandungan unsur mikronya lengkap
~ Mengukur status hara tanah menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS)
~ Menggunakan Bagan Warna Daun (BWD) dalam pemberian Nitrogen (N)

Berikut ini contoh rekomendasi pemupukan padi sawah dengan beberapa asumsi sebagai berikut : ~ Hasil uji tanah sawah menggunakan PUTS, diketahui : o Status hara P (phospat) : sedang s/d rendah o Status hara K (Kalium) : rendah o Derajat keasaman : netral ~ Pengamatan Bagan Warna Daun (BWD) o Umur 21 – 28 hst : 3,5 (antara 3 dan 4) o Umur 35 – 40 hst : ≥ 4 ~ Target hasil yang akan dicapai : 8 ton GKG

Maka, kebutuhan hara : ~ Nitrogen (N) : 120 – 130 kg o Pemupukan I (0 – 14 hst) : 40 – 50 kg o Pemupukan II (21 – 28 hst) : 57 kg o Pemupukan III (35 – 40 hst) : 23 kg ~ Phosphat (P) : 50 – 60 kg ~ Kalium (K) : 30 – 40 kg

Mengenal Bahan-bahan yang dapat dibuat menjadi kompos

December 21, 2013

Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.

Bahan yang paling baik menurut ukuran waktu, untuk dibuat menjadi kompos dinilai dari rasio karbon dan nitrogen di dalam bahan / material organik seperti limbah pertanian: ampas tebu dan kotoran ternak serta tersebut di atas. Bahan organik yang telah disusun oleh Sinaga dkk. (2010) dari berbagai campuran dengan nilai rasio C/N = 35,68 dan kondisi kandungan airnya 50,37%, waktu dekomposisi diperoleh terpendek 28 hari dibanding lainnya.

Proses Pengomposan

Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50 o -70 o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO 2 , uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.

Skema Proses Pengomposan Aerobik

Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H 2 S.

Proses pengomposan tergantung pada :

1. Karakteristik bahan yang dikomposkan 2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan 3. Metode pengomposan yang dilakukan Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.

Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:

Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.

Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.

Kelembapan (Moisture content) Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.

pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.

Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

Strategi Mempercepat Pengomposan

December 21, 2013
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan. 2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing). 3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua. Memanipulasi Kondisi Pengomposan
Strtegi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.
Menggunakan Aktivator Pengomposan
Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya :MARROS Bio-Activa,Green Phoskko(GP-1), Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Sementara MARROS Bio-Activa dikembangkan oleh para peneliti mikroba tanah yang tergabung dalam sebuah perusahaan swasta. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembapan agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.
Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan
Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan. 2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos. 3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai. 4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos

Manfaat Kompos

December 21, 2013

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.

Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).

Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.

Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:

Aspek Ekonomi :

1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah 2. Mengurangi volume/ukuran limbah 3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya Aspek Lingkungan :

1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah 2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan Aspek bagi tanah/tanaman:

1. Meningkatkan kesuburan tanah 2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah 3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah 4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah 5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen) 6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman 7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman 8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).

Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.

Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.

3 Teknik Pembibitan Jahe Vertikultul

December 07, 2013
http://taniternakorganik.blogspot.com/2013/12/3-teknik-pembibitan-jahe-vertikultul.html
Jahe hasil teknik persemaian
Budidaya jahe belakngan ini banyak mendapat respon dari petani, baik itu petani yang memang sudah lama bergelut di bidang pertanian atau petani dadakan yang mendadak ingin mencoba berbudidaya jahe karena mendengar prospek yang menggiurkan, teknik baru dalam berbudidaya jahe yang lagi booming di masyarakat adalah teknik rekayasa rimpang dengan merangsang rimpang jahe supaya bertingkat-tingkat, ada yang mnyebut budidaya semacam ini dengan teknik jahe vertikultur, dan supaya mudah penyebutannya maka pada pembahasan budidaya jahe kali ini saya juga akan mengguakan istilah "Jahe Vertikultur", Teknik ini tidak banyak memakan tempat sehingga pola budidaya ini cocok untuk lahan sempit, lahan tidur atau lahan yang kurang produktif.

Kali ini kami akan berbagi teknik pembibitan jahe vertikultur, bibit jahe yang akan kita bahasa kali ini adalah jahe merah dan emprit, karena 2 jenis jahe ini harganya lumayan tinggi dan permintaan pasar masih sangat tinggi, teknik pembibitan jahe vertikultur ada 3 pola pembibitan, diantaranya:
1. Teknik Polybag.
Teknik ini sangat cocok bagi para petani pemula karena mengaplikasiannya sangat mudah, anda bisa membeli langsung kepada para pembuat bibit yang sudah disemai di polybag. langkah pertama yang perlu mendapatkan perhatian adalah bibit jahe yang akan digunakan sebagai bibit, bibit jahe yang bagus adalah sebagai berikut:
  • Bibit jahe sudah berumur lebih dari 1 tahun, untuk bisa membedakan, bibit jahe yang sudah tua biasanya bertekstur lebih keras, dengan warna yang lebih gelap.
  • Pilihlah bibit jahe yang sehat, gemuk dan tidak keriput
  • Bibit jahe sudah terbebas dari sisa-sisa tanah yang menempel pada bibit.
  • Bibit jahe sudah kering sehingga tidak perlu lagi menjemur
Setelah mendapatkan bibit jahe, 
  • Bibit jahe direndam dulu dengan larutan pestisida organik selama kurang lebih 30 menit, setelah itu tiriskan sampai betul-betul kering, 
  • Setelah kering rendam lagi dengan larutan perangsang tumbuh dan PGPR selama 6 jam.
  • Tiriskan dan gelar ditempat terbuka, siapkan pisau tajam atau cuter yang sudah steril, potong bibit yang terlalu panjang. pemotongan bibit usahakan paling kecil seukuran 2 ruas jari tangan.
  • Siapkan polybag dengan ukuran diameter 10cm
  • Isi polybag dengan tanah dicampur BOKHASI dengan perbandingan 3:1
  • Masukkan bibit jahe kedalam polybag, ingat jika bibit jahe sudah mulai tumbuh tunas kecil, pemasangan jangan sampai terbalik, tunas menghadap ke atas, lalau tutup bibit jahe dengan tanah setebal 2 cm.
  • Taruh bibit jahe polybag yang sudah terisi bibit jahe di tempat gelap, untuk merangsang pertumbuhan
Bibit jahe akan tumbuh tunas setelah berumur 1 minggu s/d 2 minggu, pertumbuhan tunas bibit jahe tidaklah seragam, jadi jangan terlalu heran jika pertumbuhan bibit jahe anda tidak seragam. setelah bibit jahe berdaun 3 lalu pindah ke media tanam yang diinginkan, bisa dipindah ke media tanam pola sak atau dengan pola gedek, atau pola batako (dibahas pada tulisan selajutnya)
Keuntungan dari pembibitan ini adalah tingkat keberhasilan tumbuh tunas lebih tinggi, dan juga praktis dan mudah pemindahannya, sehingga cocok untuk diperjualbelikan. Tetapi memakan biaya yang cukup tinggi.


2. Teknik Persemaian 
Persyaratan pemilihan bibit dengan teknik ini sama persisi dengan yang di atas, yang membedakan cuam teknik persemaiannya saja;
  • Bibit jahe direndam dulu dengan larutan pestisida organik  selama kurang lebih 30 menit, setelah itu tiriskan sampai betul-betul kering, 
  • Setelah kering rendam lagi dengan larutan perangsang tumbuh dan PGPR selama 6 jam.
  • Tiriskan dan gelar ditempat terbuka, siapkan pisau tajam atau cuter yang sudah steril, potong bibit yang terlalu panjang. pemotongan bibit usahakan paling kecil seukuran 2 ruas jari tangan.
  • Siapkan persemaian tanah yang dicampur BOKASHI dengan perbandingan 3:1
  • Sebar bibit jahe dengan merata di atas media tanah tersebut, lalau tutup dengan tanah setebal 2 cm.
  • Tutup persemaian dengan sak atau daun selama 5 hari
  • Setela tumbuh tunas di atas tanah lepas penutup tadi
  • Usahakan bibit jahe hanya terkena sinar matahari paling lama 2 jam di pagi hari, dengan kapasitas sinar yang masuk hanya 50% dengan menutup persemaian dengan paranet.
  • Bibit siap dipindah setelah berdaun 3 atau lebih
3. Teknik Tanam Langsung
Teknik yang terakhir ini adalah teknik yang sangat mudah dan murah karena tidak memerlukan polybag untuk persemaian bibit. 
  • Bibit jahe direndam dulu dengan larutan pestisida organik  selama kurang lebih 30 menit, setelah itu tiriskan sampai betul-betul kering, 
  • Setelah kering rendam lagi dengan larutan perangsang tumbuh dan PGPR selama 6 jam.
  • Tiriskan dan gelar ditempat terbuka, siapkan pisau tajam atau cuter yang sudah steril, potong bibit yang terlalu panjang. pemotongan bibit usahakan paling kecil seukuran 2 ruas jari tangan.
  • Setelah itu bibit jahe sebar lagi ditempat yang rata, kalau bisa di dalam ruangan, lalu tutp bibit jahe dengan sak atau daun, setelah 5 hari buka dan pilihlah bibit yang sudah tumbuh tunas lalu masukkan ke media tanam, bisa media tanam sak, gedek atau batako, lalu tutup bibit jague dengan tanah setinggi 5cm.
Demikian tulisan sederhana ini semoga bisa menjadi referensi bagi anda yang berminat menanam jahe. jiika ada pertanyaan silahkan kirim email ke kushaeri@gmail.com, setelah itu kirim sms ke 085334956555 beritahu saya bahwa anda telah kirim email
PHEFOC dan SOT bisa anda dapatkan di stokist HCS terdekat, atau bisa anda hubungi saya....

Kami menyediakan semua kebutuhan untuk budidaya jahe seperti: Bokhasi sebagai media tanam, Larutan pembenah tanah yang mengandung beberapa mikroba/bakteri azotobacter sp, azospirilim sp, streptomyces sp, pseudomonas sp, actiomyces, nitrosamonas sp, nitrobacter sp, tricoderma sp, micoriza, rhizobium, bacillus sp. juga tersedia pupuk organik cair untuk masa pertumbuhan dan masa pembuahan
Pelatihan Jahe Vertikultur bersama Dinas Penanaman Modal Usaha Kab. Kediri
Peserta Pelatihan Jahe Vertikultur bersama Dinas Penanaman Modal Usaha Kab. Kediri
Peserta Pelatihan Jahe Vertikultur bersama Dinas Penanaman Modal Usaha Kab. Kediri

Kunjungan Tim JKMP4 Tapalkuda Jatim






Alasan Logis Pemakaian Pupuk Cair Organik

December 02, 2013


Daun adalah dapur bagi tanaman, tempat memasak makanan yang dikirim oleh akar dengan bantuan matahari, sari-sari makanan yang dicari oleh akar di dalam tanah akan diangkut ke atas sebagian besar adalah unsur hara makro, seberapa banyak akar memperoleh kuantitas makanan tergantung pada beberapa hal yaitu:

  • Tersedianya kandungan unsur hara dalam tanah, pada tanah yang gembur dan subur akar dengan sangat mudah sekali mencari makanan untuk dikirim ke daun.
  • Tersedianya berbagai macam unsur hara makro dan mikro
  • Tingkat kegemburan atau kepadatan tanah, semakin padat tanah maka akar akan semakin sulit mendapatkan sari makanan dalam tanah
  • Kualitas akar sendiri juga berpengaruh, akar yang kurang sehat karena pertumbuhan akar yang lambat sudah bisa disimpulkan sari makanan yang dia peroleh juga akan semakin sedikit.
Dengan dihadapkan dari beberapa kenyataan di atas pemakaian pupuk daun atau pupuk cair akan sangat membantu tanaman untuk mendapatkan asupan makanan langsung. Pada daun terdapat stomata daun yang banyak terdapat pada bagian bawah daun, pemberian pupuk cair lewat daun akan membantu tanaman dalam memperoleh asupan makanan yang lebih lengkap, dan juga pemberian pupuk cair melalui daun penyerapan unsur hara lebih cepat dibandingkan lewat akar, cara ini cocok untuk membantu akar dalam memperoleh asupan kandungan unsur P dan juga kandungan N yang mudah sekali menguap.

Penggunaan pupuk cair organik sangat cocok sekali sebagai pupuk daun karena pupuk cair organik yang berkualitas mempunyai kandungan unsur hara mikro yang lengkap, ini sangat membantu sekali pada kerja akar yang sebagian besar sari makanan yang didapat akar terdiri dari unsur makro. Karena stomata daun banyak terdapat di bagian bawah daun maka penyemprotan yang baik juga dilakukan dari arah bawah daun dan usahakan penyemprotan tidak terlalu berkabut.

Penyemprotan pupuk cair organik sebaginya dilakukan sepagi mungkin antara pukul 05.00 s/d 09.00 atau pada sore hari antara pukul 13.00 s/d 17.30, penyemprotan pada terik matahari akan memicu pupuk lebih cepat menguap dan cairan akan menjadi pekat sehingga juga memicu terbakarnya daun. Penyemprotan pada saat hujan juga tidak disarankan, karena pupuk akan terkikis oleh air hujan dan pemupukan jadi percuma.


Pemupukan daun sebaiknya dilakukan dengan interval 7 - 14 hari sekali, pada jenis tanaman tertentu pemupukan daun dihentikan saat mulai tumbuh tunas baru, karena tunas baru sangat peka terhadap pupuk. pemupukan dilakukan lagi setelah tunas menjadi batang atau ranting yang kuat. Pada saat tanaman mulai memasuki masa produktif pemupukan organik sangat disarankan karena waktu itu tanaman sangat membutuhkan kandungan unsur P dan K yang tinggi yang merangsang pembungaan dan pembuahan. Pada saat bunga mulai muncul penyemprotan dihentikan dulu karena akan merontokan bunga, setelah bunga sudah menjadi buah penyemprotan dilakukan lagi dengan pupuk cair organik untuk meningkatkan kualitas buah dan kadar gula buah.

Selain keungguan pupuk cair terdapat juga dampak negatif dari penggunaan pupuk cair tersebut. pemilihan jenis pupuk cair akan menjadi pemicu kegagalan pemupukan atau bahkan kematian pada tanaman. setiap merk dan jenis pupuk cair memiliki kadar unsur hara yang berbeda konsentrasinya, pada masa pertumbuhan dan masa pembuahan berbeda kebutuhan unsur haranya. Pemakian pupuk organik adalah pilihan yang tepat karena kandungan unsur hara dalam pupuk cair organik sangat seimbang. 




Budidaya Padi Pola Organik (BOKASHI Super + SOT Super)

Budidaya Padi Pola Organik (BOKASHI Super + SOT Super)

December 01, 2013
Sampai saat ini kebutuhan beras di Indonesia masih harus dipasok dari pintu impor, padahal lahan pertanian di Indonesia boleh dikatakan sangat luas, dan kendala utamanya adalah kurang maksimalnya hasil panen padi di indonesia, rata-rata hasil panen padi per hektar sawah hanya mampu menghasilkan 10 Ton, padahal di negara yang pola pertaniannya sudah modern seperti di Thailand sudah bisa menghasilkan lebih dari 20Ton padi per hektarnya.

Pertanyaannya mampukah dan bisakah sawah di indonesia menghasilkan 20 Ton/ha??? jawabnya: mengapa tidak bisa??? Dengan beralih ke teknologi terapan dengan penggunaan pupuk organik BOKASHI SUPER "Tani Sentosa" yang sangat kaya akan unsur hara kita bisa berupaya untuk meningkatkan hasil yang sangat maksimal.


Berikut ini teknik Budidaya dengan Pupuk BOKASHI SUPER "Tani Sentosa"

Persiapan Benih:
  • Menggunakan benih padi unggul yang bersertifikat
  • Rendam benih dalam Phefoc selama 3 jam, buang benih yang mengambang
  • Tiriskan selama 3 jam
  • Rendam kembali benih dengan SOT Super selama 12 jam
  • Tiriskan selama 3 jam, lalu simpan atau keringkan di atas sak selama 12 jam ditempat gelap.
  • Benih siap ditabur
Persiapan Lahan
  • Sehari sebelum dibajak tabur  BOKASHI SUPER "Tani Sentosa". Untuk penggunaan pertama kali butuh 2 Ton/ha, musim tanam berikutnya 1,75 Ton/ha, berikutnya lagi 1,5 Ton/ha terus mentok sampai 1ton/ha (tergantung pada tingkat kerusakan tanah).
  • 2 Hari setelah dibajak semprot lahan dengan SOT Super.
  • 2 sebelum benih ditanam semprot dengan PHEFOC supaya gulma/tanaman pengganggu tidak tumbuh


Persiapan Penanaman dan Perawatan PADI
  • Benih yang akan ditanam maksimal berumur 15 hari, pemindahan benih dari pembenihan ke lahan maksimal 30 menit 
  • Perlakukan benih padi dengan baik, benih tidak boleh diikat, tanah yang melekat di akar benih biarkan jangan dibuang. jaga daun benih agar tidak rusak
  • Buatkan pola tanam jajar legowo 25-25-25-25-40
  • 7 HST semprot dengan SOT Super + Mikroba kultur
  • 14 HST semprot dengan PHEFOC + Pestisida Kultur
  • 21 HST semprot dengan SOT Super + Mikroba kultur
  • 28 HST semprot dengan PHEFOC + Pestisida Kultur
  • Begitu seterusnya, dihentikan saat padi sudah mulai berbunga.
  • Jika disaat padi berbunga dan diserang oleh hama, penyemprotan dilakukan dengan teknik pengembunan.
  • Penyemprotan dilakukan sepagi mungkin antara pukul 05.00 s/d 09.00 atau sore hari pukul 15.00 s/d 17.00
Mudah-mudahan bisa bermanfaat, jika ingin lebih detail... kumpulkan 10 orang petani di tempat anda dan kami akan datang ke tempat anda sekaligus sosialisasi BOKASHI SUPER "Tani Sentosa"